Menilik Kemegahan Cagar Budaya Vihara Tertua di Kota Pontianak

misterpangalayo.com - Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat hadir menjadi kota yang sangat menarik untuk dikunjungi. Sebuah kota yang terkenal dengan kisah yang cukup mistis. Nama Kota Pontianak konon berasal dari kuntilanak (bahasa melayu: Pontianak) yang dahulu menghuni hutan sebelum berdirinya kampung Pontianak. Di luar kisah mistisnya, kota yang juga dikenal Khuntîen ini mempunyai perpaduan budaya unik dikarenakan pariwisata Kota Pontianak didukung oleh keanekaragaman budaya Dayak, Melayu, dan Tionghoa.

Klenteng Tiga terletak di Komplek Pasar Kapuas Indah, Jalan Sultan Muhammad No. 33

Saat bulan tertentu, kota ini akan ramai didatangi wisatawan yang penasaran fenomena matahari berada tepat di atas kepala, Gawai Dayak, hingga Festival Imlek dan Cap Go Meh. Selain itu, kota yang kaya dengan akulturasi itu juga memiliki beberapa bangunan sejarah yang sayang untuk dilewatkan ketika sedang berkunjung ke Pontianak, mulai dari kelenteng yang indah hingga masjid jami' yang megah.

Etnis Tionghoa menyumbang 31,24% dari total penduduk Kota Pontianak, tak heran banyak klenteng atau vihara dibangun di kota ini. Salah satu vihara tertua yang menarik untuk dikunjungi adalah Vihara Bodhisatva Karaniya Metta. Uniknya, vihara ini merupakan penggabungan dua keyakinan, yakni Konghucu dan Budha. 

Di vihara ini, ada rentetan peristiwa perjalanan masa lalu yang begitu panjang. Tak sedikit, orang Tionghoa dari luar Pontianak berdatangan untuk melakukan wisata religi, di antaranya dari Jakarta, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan sebagainya.

Vihara Bodhisatva Karaniya Metta atau yang juga dikenal dengan sebutan Thian Hou Keng atau kelenteng tiga merupakan gabungan dari 3 Klenteng dimana dua klenteng sebelumnya terletak di daerah Parit Pekong dan Sheng Hie. Vihara tertua di Kota Pontianak ini dibangun pada era Dinasti Kang Hie (1645-1772 M). 

Halaman Komplek Vihara

Saat akan memasuki area komplek vihara, traveler akan disambut dengan 3 gapura utama dan tepat di atas gapura masuk terdapat plang terukir kalimat ‘Berdiri Sejak Tahun 1829 Masehi’, dimana tahun tersebut adalah periode awal dibangunnya vihara ini.

Warna merah dan kuning emas mendominasi hampir seluruh bangunan vihara yang dibuat dari kayu belian ini, yang mana bagi masyarakat Tionghoa sebagai simbol dari rasa gembira dan kesejahteraan.

Ketiga pintu utama vihara berornamen para dewa-dewa Khong Hu Chu pun menyambut traveler yang berkunjung dengan keunikannya. Karena keunikannya, ketiga pintu utama ini menjadi salah satu spot foto favorit tiap wisatawan yang datang.

Admin misterpangalayo.com

Sebelum memasuki bangunan utama, tepat di halaman vihara terdapat Pot Sembahyang Dewa Langit yang sudah ada sejak tahun 1673 M, pada masa Mancuria bertahta Raja Khan Hi (1662-1772 M). Lalu, di atasnya terdapat pot yang lebih besar dan bertuliskan Thie Tie Pe Bo. Di sisi lainnya, tersedia tempat untuk meletakkan dupa atau gaharu yang juga sudah ada sejak tahun 1673 M, dibawa oleh Raja Khang Hie (1662-1722 M).

Admin darepontianak - Pintu Utama vihara dengan berornamen Dewa Khong Hu Chu

Begitu masuk ke bagian dalam vihara, terdengar bunyi Lonceng Tua Pek Kong, konon dibawa ke Pontianak pada tahun 1789 M pada masa Raja Khen Long. Lonceng ini akan dibunyikan oleh seorang petugas vihara saat ada orang yang sedang akan berdoa dan bunyi lonceng tersebut diiringi dengan beduk. 

Petugas Pemukul Lonceng dan Beduk

Dilangit-langit vihara gemerlapan lampion-lampion khas Tionghoa bergelantung menambah semarak pesona keindahan vihara. Uniknya, tiang-tiang di dalam vihara dan pada bagian atap ternyata tidak disambung menggunakan paku, namun hanya menggunakan pasak. Sementara itu, terdapat lukisan yang menyimbolkan filosofi ajaran kehidupan di setiap dinding bagian dalam vihara dan telah ada sejak berdirinya vihara.

Terdapat tiga altar utama untuk berdoa yang menggambar asal ketiga vihara tersebut. Altar sebelah kiri adalah Tua Pek Kong (Kam Thian Tai Ti), bagian tengah adalah Dewi Samudera (Ma Cou), dan sebelah kanan ada Putra Raja Na Ca, serta dewa dan dewi beserta pengikutnya. Karena hal inilah kemudian vihara Bodhisatva Karaniya Metta disebut dengan Kelenteng Tiga.

Klenteng Tua Pek Kong
Klenteng Dewi Samudra (Ma Cou)
Klenteng Putra Raja Na Ca
Terlihat sebuah meja besar persis di depan halaman bangunan vihara itu. Di atasnya terdapat berbagai macam persembahan yang disebut bahan sembahyang untuk Dewa Langit sebanyak 999 buah ditambah sembilan buah emas sembahyang. Di atas meja tersebut juga terdapat lampu Dewa Langit, kertas wangkim, bunga teratai, tengci (uang panjang), buah panjang umur, jeruk, kue keranjang, gula mua thi che, gula the liau, ka kue, buah-buahan, sayur-sayuran, kong (tempat uang), mi panjang umur, gula pasir, bunga, serta lampu nanas.

Dalam perkembangan sejarahnya, Vihara tertua ini sudah mengalami beberapa kali pemugaran sampai seperti keadaan yang seperti sekarang ini. Salah satunya pada tahun 1906 M, vihara di renovasi menjadi tiga bagian. Dewi Samudera (Ma Cou), Tua Pek Kong, Putra Raja Na Ca. Selain itu, pada tahun 1983 M dibentuk Yayasan Bodhisatva Karaniya Metta untuk merawat, menjaga dan menjalankan keberadaan cagar budaya ini.

Halaman Luar Komplek Vihara

Sementara itu, di area luar komplek vihara merupakan pelataran yang berfungsi sebagai “terminal” dan area bongkar muat kendaraan bis dan kapal motor yang melayani rute dari Pontianak menuju daerah perhuluan Kalimantan Barat. Nampak sejumlah truk dan bis diparkir di area terminal, sementara beberapa kapal motor sedang melakukan aktivitas bongkar muat di tepian Sungai Kapuas, persis bersebelahan dengan area terminal.

AKSES MENUJU LOKASI WISATA

Lokasi objek wisata terletak di Komplek Pasar Kapuas Indah, Jalan Sultan Muhammad No. 33, Kelurahan Darat Sekip, Kecamatan Pontianak Kota. Karena berada di jantung kota, akses untuk menuju lokasi vihara sangat mudah dan terjangkau. Teman Traveler bisa menggunakan kendaraan pribadi, jasa ojek online, atau Bus DAMRI.

Untuk menuju lokasi vihara dari Bandara Supadio, Teman Traveler bisa langsung menuju Jalan Jenderal Ahmad Yani - Jalan Daya Nasional - Jalan Imam Bonjol - Jalan Tanjung Pura - Jalan Kapten Marsan no 33. Jarak tempuh sekitar 30 menit, Teman Traveler sudah akan tiba di Thian Hou Keng / Klenteng Tiga. Jarak antara Bandara Supadio dengan Thian Hou Keng hanya berkisar 17,3 km.

Alternatif dari Jalan Gajah Mada langsung menuju Jalan Diponegoro - Jalan Tanjung Pura - Jalan Kapten Marsan. Jarak tempuh sekitar 1,9 dan 6 menit sudah sampai ke tempat tujuan.

JAM OPERASIONAL

Vihara Bodhisatva Karaniya Metta buka setiap hari, termasuk hari Minggu dan hari libur nasional. Mengenai jam bukanya, vihara ini buka mulai pukul 07.00 sampai dengan 16.00 WIB. Pada hari-hari besar, vihara ini buka sedikit lebih lama dari biasanya. Vihara ini ramai dikunjungi pada tanggal 1 dan 15 menurut penanggalan Imlek.

HTM 

Pengunjung tidak dikenakan tarif masuk alias FREE dan bagi yang membawa kendaraan pribadi akan dikenakan tarif parkir, 1k rupiah untuk biaya parkir kendaraan roda dua dan 2k rupiah untuk kendaraan roda dua.

TIPS WISATA

Bagi Teman Traveler yang sangat tertarik ingin mengunjungi Vihara Bodhisatva Karaniya Metta, berikut adalah beberapa tips dari saya saat berkunjung kesana :
  1. Laporlah kepada penjaga vihara. Mungkin tidak wajib tapi ini demi menghormati dan menghindari kesalahpahaman. Lebih penting lagi tanyakanlah aturan dan batasan turis atau orang asing yang berkunjung. Bukan hanya batasan wilayah tetapi juga batasan tingkah laku. 
  2. Berpakaian tertutup dan sopan. Minimal jangan tangtop atau tangan buntung dan celana pendek. Pakailah celana di bawah lutut. Jangan juga celana atau baju ketat. Amannya, bawalah scarf yang bisa dijadikan penutup bagian tubuh misalnya dada, rambut, bahkan bisa dijadikan sarung bila dibutuhkan. 
  3. Jangan mengganggu orang yang datang untuk beribadah, walau hanya suara apalagi kamera.
Vihara Bodhisatva Karaniya Metta, Salah Satu Bangunan Cagar Budaya PemKot Pontianak

8 komentar:

  1. Vihara yang cukup terkenal di kota Pontianak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bang tp sayang kurang sounding utk wisata religinya


      Misal ada wisatawan dtg kan bisa isi buku tamu dari petugas vihara lalu harusnya pihak vihara ada sediain kotak amal utk sumbangan sukarela dari pengunjung

      InshaAllah bakal rame tu vihara guna promosi wisata kota

      Hapus
  2. Wah megah sekali ya bro, keren dech

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak next time ajak ak ke masjid ceng ho semarang 😍😍

      Hapus
  3. Ku baru tau kalau ini klenteng paling tua di pontianak

    BalasHapus
  4. Boleh nanti review vihara yg ada di Ayani tuh bang :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah pengen bgt ke situ.. yukk barenggggg kitaaaaa

      Hapus

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.