Translate

Asal-Usul Dayak Salako Pelanjau di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas: Kajian Historis dan Antropologis

misterpangalayo.com - Dayak Pelanjau merupakan komunitas adat yang bermukim di Dusun Pelanjau, Desa Bukit Sigoler, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Meskipun secara administratif dan sosial dikenal sebagai “Dayak Pelanjau”, komunitas ini secara etnografis merupakan bagian dari sub-suku Dayak Salako berbahasa Badamea atau secara garis besar juga disebut Dayak Kanayatn. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji asal-usul Dayak Pelanjau melalui pendekatan historis dan antropologis dengan menelaah sumber tertulis, kajian etnografi, serta literatur budaya Dayak di Kalimantan Barat. 

Hasil kajian menunjukkan bahwa Dayak Pelanjau berasal dari migrasi internal Dayak Salako dari wilayah Sungai Selakau menuju daerah Sungai Sebangkau dan Bukit Pelanjau, yang kemudian berkembang menjadi komunitas adat dengan identitas lokal yang khas namun tetap mempertahankan akar budaya Salako. Studi ini diharapkan dapat memperkaya dokumentasi sejarah lokal dan memperkuat pemahaman tentang dinamika migrasi masyarakat Dayak di wilayah Sambas.

Pendahuluan

Pulau Kalimantan dikenal sebagai wilayah dengan keragaman etnis dan budaya yang tinggi, salah satunya adalah kelompok masyarakat adat Dayak. Di Kalimantan Barat, masyarakat Dayak terbagi ke dalam berbagai sub-suku yang memiliki bahasa, adat, dan sejarah migrasi yang berbeda. Salah satu komunitas yang menarik untuk dikaji adalah Dayak Pelanjau yang bermukim di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas.

Dayak Pelanjau sering kali dipahami sebagai kelompok Dayak tersendiri oleh masyarakat luar, padahal secara antropologis mereka merupakan bagian dari Dayak Salako (juga dikenal sebagai Kanayatn berbahasa Badamea). Nama “Pelanjau” sendiri lebih merujuk pada lokasi pemukiman dan identitas lokal, bukan pada sub-suku yang terpisah. Oleh karena itu, kajian mengenai asal-usul Dayak Pelanjau penting untuk meluruskan pemahaman etnis sekaligus mendokumentasikan sejarah lokal yang selama ini lebih banyak diwariskan secara lisan.

Artikel ini membahas latar belakang historis Dayak Pelanjau, jalur migrasi leluhur mereka, serta perkembangan identitas sosial dan budaya yang terbentuk di wilayah Pelanjau.

Komunitas Dayak Salako di Halaman Kesultanan Sambas Tahun 1893 

Konsep dan Istilah Dayak dalam Perspektif Antropologi

Istilah Dayak pada awalnya digunakan oleh penulis kolonial Eropa untuk menyebut penduduk asli pedalaman Kalimantan yang tidak memeluk agama Islam. Seiring waktu, istilah ini berkembang menjadi identitas kolektif bagi berbagai kelompok etnis pribumi Kalimantan, meskipun masing-masing kelompok memiliki ciri budaya yang berbeda.

Dalam kajian antropologi modern, Dayak dipahami sebagai kelompok etnolinguistik yang terdiri atas ratusan sub-suku, seperti Dayak Kanayatn (termasuk Salako), Iban, Kayan, Bidayuh dan lainnya. Setiap sub-suku memiliki wilayah adat, bahasa ibu, serta sistem adat yang khas. Dengan demikian, penyebutan “Dayak Pelanjau” lebih tepat dipahami sebagai identitas komunitas lokal dari sub-suku Dayak Salako yang bermukim di wilayah Pelanjau.

Asal-Usul Dayak Salako sebagai Leluhur Dayak Pelanjau

Berbagai sumber etnografi dan linguistik menyebutkan bahwa Dayak Salako berasal dari wilayah pesisir dan perbukitan di Kabupaten Sambas bagian utara, khususnya di sekitar aliran Sungai Selakau dan kawasan Bukit Selindung (Sarinakng). Wilayah ini dianggap sebagai salah satu pusat awal pemukiman Dayak Salako sebelum terjadinya migrasi ke daerah lain hingga Sarawak Malaysia dan Benua Landak (Pakana Karangan).

Bahasa Salako Badamea yang digunakan oleh komunitas ini termasuk dalam rumpun bahasa Dayak Malayik, yang memiliki kedekatan dengan bahasa Dayak Kanayatn (Baahe). Kesamaan bahasa ini menjadi salah satu bukti hubungan historis antar kelompok Dayak di Kalimantan Barat.

Peta Penyebaran Kelompok Linguistik Salako (Badamea, Bajare') dan Kanayatn (Bukit, Baahe)
Note: Zaman Pemerintahan Hindia Belanda Suku Salako dan Kanayatn disebut Dayak Bukit (baik yang berada di Kabupaten Sambas maupun Kabupaten Pontianak)

Faktor-Faktor Migrasi

Migrasi masyarakat Dayak Salako, termasuk leluhur Dayak Pelanjau, dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, antara lain:

  1. Kebutuhan lahan pertanian, terutama ladang berpindah untuk menanam padi.

  2. Pertambahan jumlah penduduk, yang menyebabkan keterbatasan sumber daya di wilayah asal.

  3. Konflik internal atau antar kelompok, baik yang bersifat sosial maupun adat.

  4. Pertimbangan ekologis, seperti kesuburan tanah dan ketersediaan air.

Migrasi ini umumnya dilakukan dengan menyusuri sungai, yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama pada masa lalu.

Proses Migrasi dan Terbentuknya Permukiman Pelanjau

Menurut tradisi lisan dan catatan etnografis, sebagian kelompok Dayak Salako meninggalkan wilayah Selakau dan bergerak ke arah selatan dan barat daya, mengikuti aliran sungai hingga mencapai wilayah Sungai Sebangkau. Di daerah perbukitan sekitar sungai inilah mereka mendirikan pemukiman baru yang kemudian dikenal sebagai Bukit Pelanjau.

Nama “Pelanjau” diyakini berasal dari penamaan lokal terhadap kawasan bukit dan ladang tempat mereka bermukim. Seiring waktu, komunitas ini berkembang menjadi satu dusun yang relatif permanen, berbeda dengan pola berpindah yang sebelumnya lebih sering dilakukan.

Sebagian kelompok lain melanjutkan migrasi ke wilayah lain seperti Nek Mangkat (Pak Mangkat) yang membuka Kota Pemangkat (Pamangkat), namun kelompok yang menetap di Pelanjau mempertahankan kontinuitas adat dan struktur sosial Dayak Salako.

Identitas Sosial dan Budaya Dayak Pelanjau

Masyarakat Dayak Pelanjau menggunakan bahasa Salako Badamea sebagai bahasa ibu, yang berfungsi sebagai sarana komunikasi sehari-hari dan media pewarisan nilai budaya. Sistem kekerabatan mereka bersifat bilateral, dengan penekanan kuat pada ikatan keluarga besar dan komunitas.

Adat istiadat memegang peranan penting dalam kehidupan Dayak Pelanjau. Hukum adat mengatur berbagai aspek kehidupan, mulai dari pertanian, perkawinan, hingga penyelesaian konflik. Meskipun sebagian masyarakat kini memeluk agama Kristen atau Katolik, nilai-nilai adat tetap dijalankan dan sering kali berakulturasi dengan ajaran agama, dan sebagian kecil telah memeluk Islam telah menjadi Melayu (Melayu Sambas).

Salah satu ritual penting yang masih dilestarikan adalah ngabayotn, yaitu upacara adat tutup tahun panen sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan dan roh leluhur. Selain itu, terdapat berbagai tradisi lain seperti ritual pertanian, adat kelahiran, serta upacara kematian yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan dunia spiritual.

Interaksi dengan Kelompok Etnis Lain

Letak Pelanjau yang berada di Kecamatan Tebas menjadikan komunitas Dayak Pelanjau berinteraksi intens dengan masyarakat Bidayuh (Bakati) dan Melayu (Dayak Salako yang mengkonversri diri menjadi Melayu). Interaksi ini berlangsung dalam bentuk perdagangan, hubungan sosial, serta perkawinan antar etnis. Proses ini menghasilkan akulturasi budaya, namun tidak menghilangkan identitas utama Dayak Pelanjau sebagai bagian dari Dayak Salako.

Kesimpulan

Dayak Pelanjau di Kecamatan Tebas merupakan komunitas adat yang berasal dari migrasi internal sub-suku Dayak Salako dari wilayah Sungai Selakau. Pemukiman di Bukit Pelanjau menjadi titik penting dalam pembentukan identitas lokal mereka. Meskipun dikenal dengan nama Dayak Pelanjau, secara etnografis mereka tetap merupakan bagian dari Dayak Salako (Kanayatn Salako), baik dari segi bahasa, adat, maupun sistem sosial.

Sejarah Dayak Pelanjau mencerminkan dinamika migrasi masyarakat Dayak di Kalimantan Barat yang dipengaruhi oleh faktor ekologis, sosial, dan budaya. Kajian ini menegaskan pentingnya dokumentasi sejarah lokal sebagai bagian dari upaya pelestarian identitas budaya masyarakat adat.

Daftar Pustaka (Contoh Awal)

  • Kemdikbud. Tradisi dan Kebudayaan Etnis Dayak Salako (Badamea).

  • Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya. Bahasa dan Budaya Dayak Malayik di Kalimantan Barat.

  • Studi Etnografi Dusun Pelanjau, Kabupaten Sambas.

  • Sumber etnografi dan catatan sejarah lokal Sambas.

Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.