Cerita Rakyat Sambas: Legenda Asal Usul Gunung Melintang

misterpangalayo.com - Pada zaman dahulu kala, sebelum nama desa-desa dan pemukiman menjadi nyata di bumi Sambas, tanah di utara Kalimantan Barat adalah hamparan hutan yang luas, sungai-sungai yang berkelok, dan perbukitan hijau yang belum bernama. Di tanah ini, masyarakat hidup bergantung pada hubungan mistis dengan roh-roh alam. Mereka percaya bahwa setiap gunung, bukit, sungai, dan pohon memiliki jiwa dan kisahnya sendiri, diwariskan melalui generasi ke generasi melalui cerita lisan dan mantra leluhur.

Gunung Melintang secara geografis adalah sebuah bentangan pegunungan dengan topografi yang agak curam sampai sangat curam dengan kelerengan tajam dan bergelombang, yang merupakan bagian dari lanskap yang membentuk hutan tropis dan habitat beragam flora dan fauna di Kabupaten Sambas. Wilayahnya kini dikenal sebagai Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Melintang, yang mencakup ribuan hektar hutan lindung di Kecamatan Paloh dan sebagian di Kecamatan Sajingan Besar. Topografi ini mencerminkan keagungan alam yang menjulang dari dataran rendah hingga ketinggian beberapa ratus meter di atas permukaan laut.

Cerita Rakyat Sambas: Legenda Asal Usul Gunung Melintang

Legenda Asal Usul: Kisah Puteri dan Batu Besar

Di masa silam, ketika hutan dan bukit belum bernama, hiduplah seorang pria tua bijak bernama Sintang Raja. Ia dikenal mampu berbicara dengan roh-roh gunung dan membaca pesan alam. Suatu malam, dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu dengan sekelompok puteri cahaya yang turun dari puncak langit, berjalan di sepanjang lembah yang kini disebut kawasan Melintang. Cahaya mereka begitu terang sehingga sinarnya menembus kabut pagi dan memantul pada batu-batu besar yang tersebar di hutan. Namun, si bungsu dari puteri itu menangis karena rindu pada rumahnya di langit, dan air matanya jatuh menciptakan alur-alur sungai kecil yang kemudian menjadi sumber air jernih di kaki gunung.

Roh-roh gunung berkata kepada Sintang Raja bahwa bentang alam ini memiliki jiwa penjaga, dan karena tangisan sang puteri, bebatuan besar itu berubah menjadi pilar-pilar yang terus memanjang, sehingga membentuk bentuk yang kita sebut Gunung Melintang sebagai tempat tinggal mereka yang turun dari langit. Kata “Melintang” sendiri oleh masyarakat setempat diartikan sebagai sesuatu yang terbentang panjang, melewati lembah serta hutan, seperti pilar cahaya yang ditinggalkan para puteri itu.

Sisi Mistis dan Alam Sekitar

Menurut cara berpikir masyarakat tradisional di daerah Kalimantan, termasuk suku-suku Dayak dan Melayu Sambas, gunung atau bukit bukan sekadar bentukan batu dan tanah, ia adalah ruh tanah leluhur. Orang tua zaman dahulu menceritakan bahwa roh-roh alam hidup berdampingan dengan manusia. Mereka percaya bahwa di setiap sudut hutan, termasuk di Gunung Melintang, ada makhluk penjaga yang menjaga keseimbangan alam baik bentuknya berupa bidadari, semangat puncak, maupun roh-roh satwa yang berdiam di dalam.

Perjalanan menuju puncak Melintang oleh leluhur sering dipandang sebagai perjalanan spiritual, bukan sekadar perjalanan fisik, karena setiap langkah membawa seseorang lebih dekat kepada roh leluhur dan rahasia bumi yang suci. Orang yang pernah pergi ke puncaknya sering kembali dengan rasa hormat yang mendalam terhadap alam, dan kisah-kisah mereka diwariskan sebagai pesan agar generasi berikutnya menghormati alam.

Topografi yang curam dan hutan rimba yang lebat di Gunung Melintang juga mencerminkan kisah perjuangan dan keharmonisan antara manusia dan alam. Penduduk lokal yang hidup di lereng-lerengnya di desa-desa seperti Kampung Sebubus (Paloh) dan Kampung Sui Bening (Sajingan Besar) sering menyampaikan cerita bahwa pepohonan tua dan sungai-sungai kecil adalah ‘narasi alam’ yang berbisik kepada mereka setiap pagi turun kabut, mengingatkan bahwa bumi ini tua, kuat, dan penuh misteri.

Bersama cerita mistisnya, para tetua desa mengajarkan bahwa alam memberi kehidupan memberi air, pangan, tempat berburu, dan obat-obatan namun manusia wajib menjaga dan memuliakan alam, sebagaimana puteri cahaya dahulu menjaga tanah yang kini menjadi Gunung Melintang.


Makna dan Nilai Budaya

Walaupun tidak ada catatan tertulis formal tentang legenda ini seperti legenda lain yang tertulis dalam buku cerita, narasi tentang Gunung Melintang tetap hidup di setiap generasi penduduk setempat melalui cerita lisan, kadang disampaikan saat berkumpul di balai desa atau di tepian sungai saat malam tiba. Cerita ini mewujudkan bagaimana masyarakat daerah Sambas melalui kultur Melayu Sambas dan Dayak Kanayatn memaknai dan menghormati alam sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan spiritual mereka. Cerita seperti ini bukan semata mitos, tetapi juga cerminan hubungan erat antara manusia dan alam, yang terus hidup dari mulut ke mulut sebagai bagian dari warisan budaya lokal

Informasi Terkait Gunung Melintang (Secara Umum):
  • Lokasi & Status: Kawasan seluas 21.172 hektar di Kecamatan Paloh dan sebagian Sajingan Besar, ditetapkan sebagai TWA.
  • Topografi: Berbukit curam, ketinggian 25-340 mdpl, dengan hutan primer di puncak dan sekunder di kaki gunung.
  • Fauna: Habitat beragam seperti kera, lutung, rusa, babi hutan, trenggiling, dan berbagai jenis burung enggang dan reptil. 

Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.