Cerita Rakyat Sambas: Legenda Asal Usul Sungai Sambas Besar

misterpangalayo.comDi tanah barat pulau Kalimantan, terdapat sebuah wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang, di mana hutan tropis membentang luas, gunung dan perbukitan membentuk benteng alami, dan sungai-sungai besar menjadi penghubung antara dunia manusia, roh, dan tanah leluhur.

Di masa silam, sebelum batas-batas wilayah ditetapkan oleh peta buatan manusia, tempat ini disebut oleh orang Dayak sebagai Tana’ Ompu, tanah asal, tanah warisan. Di sinilah hidup berbagai sub-suku Dayak seperti Dayak Salako, Kanayatn, dan Bakati’, yang menghuni wilayah adatnya masing-masing di sepanjang hulu hingga hilir sungai besar yang kini dikenal sebagai Sungai Sambas Besar.

Sungai itu bukan hanya jalur air, tapi juga jalur kehidupan. Namun sedikit yang tahu, bahwa sungai itu lahir dari peristiwa besar yang melibatkan kekuatan alam, kehendak leluhur, dan keberanian seorang pemimpin suku sakti.

Kemarau dan Keputusasaan

Pada suatu masa yang sangat tua, langit menutup hujan selama berbulan-bulan. Tanah retak, dedaunan berguguran, dan sungai-sungai kecil di perbukitan Benua Martinus mulai mengering. Desa-desa Dayak Salako dan Bakati’ yang hidup dari pertanian dan sungai mulai merasakan kelaparan. Beras di lumbung menipis, dan ikan menghilang dari lubuk-lubuk dalam.

Burung enggang berhenti terbang di atas pohon. Anak-anak tak lagi bermain di sungai. Upacara minta hujan yang dipimpin oleh para pemuka adat tidak membuahkan hasil. Para tetua berkata, roh-roh penjaga tanah telah pergi, tersinggung oleh keserakahan manusia dan ketidakseimbangan yang mulai merusak hutan.

Sang Pemimpin Roh dan Alam

Di tengah situasi itu, masyarakat Dayak menggantungkan harapan pada seorang tokoh agung bernama Panglima Sumba, seorang pemimpin spiritual dari sub-suku Kanayatn yang dikenal mampu berkomunikasi dengan roh-roh penjaga alam, dan memiliki mandau pusaka warisan leluhur yang hanya diturunkan pada pemimpin yang “bersih hati dan lurus jalan”.

Panglima Sumba memutuskan untuk menempuh jalan adat yang paling sakral: bertapa selama tujuh hari tujuh malam di Bukit Penai, sebuah gunung yang dalam kosmologi Dayak diyakini sebagai tempat persemayaman roh tertinggi. Bukit ini berada di kawasan tinggi antara lembah Benua Martinus dan hulu Sambas Hulu, tempat asal berbagai anak sungai yang mengalir ke dataran rendah.

Dalam keheningan malam ketujuh, saat suara hutan nyaris tidak terdengar, Panglima Sumba mengalami penglihatan. Ia bertemu dengan Puyang Garing Bujang Nyangko, roh agung leluhur pertama yang menjaga tanah Dayak.

"Cucu leluhurku," ucap sang roh dalam cahaya, "di perut bumi ini tertidur seekor naga air, penjaga keseimbangan dan pemilik mata air suci. Ia tertidur karena ulah manusia yang lupa menjaga titipan alam. Bangunkan dia, bebaskan alirannya. Tapi ingat: sungai yang lahir darinya adalah makhluk hidup, bukan milik siapa pun. Ia adalah titipan bagi semua makhluk."

Tumbalnya Tanah, Lahirnya Sungai

Setelah menerima wahyu itu, Panglima Sumba turun ke Gunung Mensibau, yang letaknya di antara hulu pegunungan Dayak Bakati’ dan lembah yang kini menjadi wilayah Kecamatan Sejangkung. Di sana, dengan bimbingan roh leluhur dan ditemani para tetua adat dari berbagai sub-suku, ia menancapkan mandau pusaka ke dalam tanah.

Langit mendung, petir menyambar, dan bumi mulai bergetar hebat. Terdengar suara raungan jauh dari perut bumi. Lalu, dari celah-celah retakan, memancar air deras berwarna biru kehijauan, jernih dan bercahaya. Air itu tak berhenti mengalir, membelah tanah, menyusuri lembah dan rimba, hingga membentuk satu aliran besar yang semakin melebar dan panjang. Sungai itu kemudian dikenal sebagai Sungai Sambas Besar

Konon, tubuh naga itu menjelma menjadi sungai. Kepalanya berada di muara Laut Natuna di pesisir barat laut, sedangkan ekornya berada jauh di hulu, dekat daerah Gunung Raya dan hutan lebat yang kini menjadi perbatasan dengan Serawak.

Sungai sebagai Nadi Kehidupan

Sejak saat itu, tanah kembali subur. Hujan mulai turun, ladang kembali hijau, dan sungai menjadi sumber kehidupan bagi semua suku Dayak yang tinggal di sepanjang alirannya. Orang Salako, Bakati’, dan Kanayatn mulai hidup berdampingan, berbagi sungai untuk bertani, menangkap ikan, dan berdagang menggunakan perahu panjang tradisional (bidar).

Sungai ini kemudian menjadi penghubung budaya dan ekonomi, dari hulu ke hilir, dari kampung ke kampung. Bahkan sampai zaman kerajaan Sambas berdiri, sungai ini tetap menjadi jalur utama transportasi dan perdagangan.

Namun, sungai itu tetap dianggap keramat. Tidak boleh ada yang mandi dengan sembarangan, membuang najis atau sampah ke sungai, atau bersumpah palsu di tepiannya. Masyarakat percaya bahwa roh naga air masih hidup, dan kadang muncul dalam bentuk kabut pagi, pusaran air aneh, atau suara gemuruh tanpa sebab.

Warisan dan Peringatan

Kini, ribuan tahun kemudian, dalam upacara adat seperti Naik Dango dan Gawai Dayak, masyarakat masih mempersembahkan sesajen dan doa kepada roh penjaga sungai. Anak-anak diajarkan untuk menyebut sungai dengan hormat, dan tidak berbicara sembarangan di sekitarnya.

Dalam pemetaan topografi modern, Sungai Sambas Besar memang terbukti berhulu dari kawasan perbukitan Niut dan mengalir ke barat laut hingga ke Laut Natuna, membelah wilayah adat Dayak Salako, Kanayatn, dan Bakati’. Sungai ini melintasi hutan tropis, ladang, kampung adat, hingga pesisir pantai yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Melayu pesisir.

Legenda ini bukan hanya dongeng, melainkan refleksi ekologis dan spiritual yang menekankan betapa erat hubungan masyarakat Dayak dengan alam. Ketika manusia hidup selaras dengan tanah, air, dan roh leluhur, maka bumi akan memberkahi mereka. Namun saat keserakahan meluas, naga pun bisa kembali murka.

Penutup

Sungai Sambas Besar bukan hanya warisan geografis, tetapi juga warisan spiritual dan budaya yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Ia adalah tubuh naga, air kehidupan, dan pengingat bahwa semua yang mengalir harus dijaga dengan hati.

"Tanah bisa dibagi, tapi air harus dibagi adil. Karena air adalah hidup, dan hidup adalah milik bersama." (Petuah Dayak Kanayatn)  


Fakta Topografis:

  1. Pegunungan Niut membentang dari utara ke selatan di bagian barat Kalimantan Barat, menjadi barisan pegunungan utama di wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia.

  2. Gunung Mensibau adalah salah satu puncak tertinggi di kawasan ini dan berada di bagian selatan dari barisan Pegunungan Niut.

  3. Hulu Sungai Sambas Besar berasal dari bagian barat daya Pegunungan Niut, termasuk wilayah sekitar Gunung Mensibau.

  4. Gunung Mensibau dikelilingi oleh hulu-hulu sungai di sisi selatan Pegunungan Niut. Artinya, Gunung Mensibau adalah titik kritis bagi konservasi air, juga tanah, dan sumber daya hutan.

Hulu-Hulu Utama DAS Sungai Sambas Besar

1. Pegunungan Niut – Penrissen

  • Hulu paling utama DAS Sambas Besar berasal dari lereng barat dan selatan Pegunungan Niut, termasuk:

    • Gunung Niut (±1.701 mdpl)

    • Gunung Mensibau

  • Area ini berada di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak, serta dekat dengan perbatasan Sarawak (Malaysia).

  • Merupakan kawasan hutan hujan tropis lebat dan wilayah tangkapan air yang besar.

2. Gunung Berlumut dan Pegunungan Kumba (Kaki Niut)

  • Di sisi barat daya Pegunungan Niut, terdapat anak-anak gunung seperti Gunung Kumba dan Berlumut.

  • Dari wilayah ini mengalir Sungai Kumba, salah satu anak sungai penting Sambas Besar.

  • Daerah ini berada di wilayah Kecamatan Siding dan Seluas (Kabupaten Bengkayang).

3. Dataran tinggi di Kecamatan Lumar, Monterado, dan Jagoi Babang

Wilayah ini memiliki banyak mata air dan aliran kecil (rawa dan sumber mata air tanah), seperti: Sungai Tanggi dan Sungai Sempatung. Aliran dari sini menyatu ke arah utara melalui Sungai Seluas dan Sungai Sekayam, lalu masuk ke Sambas Besar.

.4. Hulu Sungai Sekayam

Sungai Sekayam adalah anak sungai besar Sambas Besar, berhulu di perbatasan Kabupaten Sanggau dan Sarawak, MalaysiaDaerah hulunya juga termasuk ke dalam sistem DAS Sambas, karena menyumbang debit dari timur laut.


Wilayah Administratif Hulu DAS Sambas Besar

  1. Kabupaten Bengkayang (kecamatan Jagoi Babang, Seluas, Siding)

  2. Kabupaten Landak (bagian utara dan barat)

  3. Kabupaten Sanggau (bagian utara untuk Sungai Sekayam)

  4. Sebagian hulu juga berasal dari wilayah Malaysia (Sarawak) – menunjukkan bahwa DAS ini lintas batas negara.

Alur Sungai Sambas Besar:

  1. Hulu: Pegunungan Niut dan sekitarnya

  2. Mengalir ke arah barat laut melewati:

    • Seluas, Ledo, Bengkayang

    • Sambas (kota dan kabupaten)

  3. Bermuara di: Laut Natuna / Laut Cina Selatan

Kesimpulan:

DAS Sungai Sambas Besar berhulu di:

  1. Pegunungan Niut (termasuk Gunung Niut dan Gunung Mensibau)

  2. Pegunungan Kumba dan sekitarnya

  3. Dataran tinggi Lumar – Seluas – Jagoi Babang

  4. Hulu Sungai Sekayam dari perbatasan Sanggau–Sarawak

Ini menjadikan DAS Sambas sebagai sistem aliran air yang multi-hulu, multi-kabupaten, bahkan lintas-negara.

Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.