CERITA RAKYAT SAMBAS: Kisah Lela Suara Dan Tan Unggal

misterpangalayo.com - Budaya menjadi identitas suatu bangsa. Ibarat kartu tanda pengenal, budaya akan membuat suatu bangsa dipandang oleh bangsa lainnya. Pengakuan terhadap eksistensi suatu bangsa pun bisa diukur dari sejauh mana nilai warisan budaya yang dimiliki. Budaya dapat dikatakan sebagai  warisan, oleh karena sifatnya yang turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya menjadi aset yang sangat berharga dan harus dipertahankan. Bukan hanya oleh generasi sekarang, tetapi juga oleh generasi penerus suatu bangsa di masa akan datang. 


Ada banyak aset budaya suatu bangsa yang bernilai warisan. Berbagai jenis adat istiadat, tradisi, seni budaya menjadi bagian dari unsur-unsur budaya yang harus selalu dilestarikan keberadaannya. Budaya nasional berangkat dari kebudayaan daerah yang cukup beraneka ragam, dan Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah warisan budaya yang tak terhitung jumlahnya.Cerita rakyat menjadi salah satu bagian dari warisan budaya yang mengarah pada pembentukan moral generasi masa kini. Melalui cerita rakyat, kita dapat mengambil berbagai hikmah dan nilai-nilai pembelajaran yang baik kepada generasi muda, terutama kaum anak-anak.

Di wilayah Sambas, tepatnya di Kecamatan Teluk Keramat terdapat sebuah pemukiman bernama Desa Lela. Desa Lela merupakan gabungan antara 2 (dua) dusun yaitu Dusun Sekumbak dan Dusun Senangi. Penduduk Desa Lela sangat ramai dan terbentuknya desa ini tidak lepas dari terbentuknya Dusun Sekumbak, karena Dusun Sekumbak adalah cikal bakal terbentuknya Desa Lela. Sebelum itu, kita flash back dulu asal usul nama Sekumbak.

Asal usul nama SEKUMBAK
Konon, pada zaman dahulu, ada sebuah kapal masuk ke sebuah sungai yang tidak diketahui namanya. Kapal tersebut terdiri dari seorang bangsawan yang ditemani istrinya, serta beberapa awak kapal. Mereka berasal dari Semenanjung Malaka. Bangsawan tersebut bertanya-tanya apa nama sungai yang sedang ditelusurinya tersebut. 

Awak-awak kapalnya tidak satu pun yang tahu. Setelah cukup jauh masuk ke sungai, mereka berhenti di persimpangan tiga sungai itu. Di persimpangan itu mereka menemukan sebuah pohon yang sangat besar. 

Anehnya, pada pohon tersebut ada tulisan Arab yang terdiri dari empat huruf, yakni sin ( ), kaf ( ), mim ( ), dan ba ( ). Oleh karena itu, nama tempat yang mereka temukan diberi nama Seikumbak (sungai Kumbak). Kapal yang mereka bawa mendarat di tepi sungai yang tidak jauh dari pohon aneh itu.

Setelah melakukan penjelajahan berhari-hari, ternyata tempat itu tidak berpenghuni. Karena tempat tersebut kosong, pemimpin kelompok yang berasal dari Semenanjung Malaka itu memutuskan untuk membuat sebuah pedesaan yang terdiri dari dirinya beserta anak-anak buahnya. 

Beliau bahkan sampai memerintahkan anak buahnya untuk mengajak warganya yang ada di Semenanjung Malaka untuk tinggal di tempat baru yang dalam waktu tidak terlalu lama menjadi sebuah desa yang besar. Waktu terus berjalan melewati tahun demi tahun. Jumlah penduduk Desa Sekumbak terus meningkat. 

Jika dibandingkan desa yang lain waktu itu, Desa Sekumbak mempunyai jumlah yang paling banyak. Warga Sekumbak banyak yang bekerja untuk Sultan Sambas. Tidak diketahui siapa yang memimpin waktu itu. Sebagian besar pelayan, pengawal, dan pekerja lain di kerajaan Sambas adalah warga Desa Sekumbak. 

Warga Sekumbak yang bekerja di kerajaan Sambas sangat taat kepada Sultan. Sampai pada suatu hari Sultan menyuruh satu diantara pelayannya (orang Sekumbak) untuk menenyelamkan tempayan ke sungai. Karena sangat taatnya orang Sekumbak pada sultan, apa yang diperintahkan oleh sultan dilaksanakan persis seperti yang diucapkan pemimpin Sambas tersebut.

Saat pelayan itu kembali, Sultan bertanya, "Mana tempayan yang ku suruh untuk mengambil air di sungai?". 

Sang pelayan menjadi heran. "Bukankah Datuk menyuruh hamba untuk menenyelamkan tempayan di sungai? Hamba hanya melaksanakan sesuai perintah", pelayan menjelaskan dengan perasaan takut. 

Sultan tiba-tiba tertawa mendengar penjelasan pelayannya itu.


"Kau benar pelayanku. Aku mengaku salah. Tapi, bukan itu yang ku inginkan. Sebenarnya aku ingin kau mengambil air menggunakan tempayan itu, bukan menenyelamkannya. Baiklah, mulai saat ini telah ku putuskan kalau mau mengambil air tidak boleh menggunakan kalimat menenyelamkan tempayan, tetapi harus menggunakan makna yang sesunguhnya yaitu mengambil air dengan tempayan", perintah tersebut langsung keluar dari mulut Sultan dan langsung diterapkan dalam masyarakatnya.

Sultan sampai menyuruh penasehatnya mencatat kesalahan yang telah dilakukan beliau. Sejak saat itu seluruh warga Sambas jika menyuruh mengambil air dengan apapun tidak boleh menggunakan makna konotasi. 

Inilah awal munculnya istilah Sengumba; yang artinya melakukan sesuatu sesuai apa yang didengar.Namun, muncul di kalangan masyarakat Sambas berbagai rekayasa tentang istilah sengumba-an. Seperti kalau mau membeli buah semangka setengah dari perahu, maka orang Sekumbak akan benar-benar membelah perahu menjadi dua. Itu hanya rekayasa orang-orang yang tidak tahu cerita yang sesungguhnya.

Itulah cerita singkat tentang asal usul nama Sekumbak, tapi cerita saya tidak sampai disini. Cerita selanjutnya adalah hubungan antara Desa Lela, Dusun Sekumbak, dan Tan Unggal.

Ini cerita selanjutnya, simak baik-baik cerita singkatnya berikut ini !!
Pada abad ke-15 , berdiri sebuah kerajaan di binua (wilayah) Sambas yang bernama Kerajaan Tan Unggal. Kerajaan ini di pimpin oleh seorang raja yang sangat kejam bernama Tan Nunggal.

Tan Unggal dibesarkan di lingkungan istana Sambas layaknya seperti anak sendiri, hingga tumbuh dewasa, berani, mempunyai ilmu kanuragan yang cuup tinggi dan dipercaya akan menggantikan posisi Raja Sambas untuk memimpin kerajaan Sambas. Ia menikahi rakyat biasa menjadi istrinya dan dikaruniai dua orang anak, yaitu laki-laki yang diberi nama Bujang (nama gelar sosial laki-laki) Nadi dan perempuan diberi nama Dare (nama gelar sosial perempuan) Nandong.

Singkat cerita, kedua anaknya yang bernama Bujang Nadi dan Dare Nandong bahkan dikubur hidup-hidup hanya karena kesalahpahaman. Karna kekejamannya, Rakyat Sambas banyak yang menderita pada masa pemerintahan Tan Nunggal.

Pada saat Tan Unggal memerintah kerajaan Sambas sekitar abad ke-15 M, Ia terkenal dengan raja yang kejam karena sifatnya yang sombong, kejam dan zhalim dengan rakyatnya. Dia memimpin dengan sewenang-wenang, apa yang ia katakan dan semua keinginannya harus dilaksanakan walaupun hal tersebut dibenci oleh rakyat. Pada zamannya kerajaan Sambas tidak mudah di serang oleh kerajaan lain. Bahkan pasukan Majapahit pun tidak berani memasuki wilayah Kerajaan Sambas karena kehebatannya dan mendengar kalau ia adalah setengah siluman.

Berita itu pun sampai kepada seorang Kyai yang bernama Lela Suara, sang Kyai merupakan warga Sekumbak yang notebane-nya beragama Islam, meskipun pada saat itu Kerajaan Tan Unggal bukan bercorak Islam melainkan Hindu. Kyai Lela Suara sangat terkenal karena suara merdunya ketika membaca Al-Qur'an (kitab suci Agama Islam). Tidak hanya dalam membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an, sang Kyai juga tutur katanya sangat baik dan sopan.

Sang Kyai merasa, kalau sang Raja pada saat itu sudah melebihi batas. Dan sang Kyai memutuskan untuk pergi ke pusat pemerintahan Kerajaan Tan Unggal. Karena ulah Raja Tan Unggal yang sangat keterlaluan, sang Kyai menyampaikan sebuah ide bagaimana cara menyingkirkan Tan Unggal. Ide-ide Kyai Lela Suara selalu diterima masyarakat Sambas.

Pada suatu hari, rencana untuk menyingkirkan Raja Tan Nunggal pun dimulai. Pengawal memberitahu Raja bahwa Sambas akan diserang musuh. Oleh karena itu, Datuk Tan Nunggal harus dibawa ke tempat yang aman. Tan Nunggal percaya begitu saja.

Kemudian, pengawal segera membawa Raja yang kejam itu ke tepi sungai. Di sana sudah tersedia sebuah peti yang terbuat dari besi.

Tan Nunggal bertanya, "Untuk apa kurungan besi itu ?". 

Pengawal menjawab, "Kurungan besi itu untuk melindungi Datuk dari serangan musuh."

Mendengar penjelasan pengawalnya itu, Tan Unggal pun percaya. Tanpa berpikir panjang dia masuk ke dalam kurungan itu. Tan Nunggal bersama pengawalnya pun memulai pelayaran ke tempat yang katanya aman. Setelah menempuh pelayaran yang cukup jauh, mereka berhenti di Lubuk Batil di sungai Sambas.

Pada saat itulah pengawal Tan Nunggal mengatakan hal yang sebenarnya.

"Datuk, sebenarnya kerajaan kita tidak akan diserang musuh, tetapi tujuan kami membawa Datuk ke sini adalah untuk membunuh Datuk. Karena Datuk telah melakukan banyak kerusakan di kerajaan", pengawal menjelaskan.

"Begitu rupanya. Jadi, siapa yang merencanakan pembunuhanku ini ?", tanya Tan Nunggal dengan kasar.

Pengawal itu pun memberitahu siapa perencana semua ini.

"Semua ini adalah rencana dari Kyai Lela Suara", tuturnya.

Tan Nunggal di tenggelamkan di Sungai Sambas dalam keadaan terkurung oleh kurungan besi yang dibuat oleh Kyai Lela Suara. Semua rencana yang diciptakan Kyai Lela Suara berhasil. 

Namun, sebelum Tan Nunggal di tenggelamkan di sungai Sambas dia memberikan kutukan kepada penduduk yang tinggal di tempat Kyai Lela Suara tinggal tidak akan ada satu orang pun yang benar-benar kaya dan tidak akan ada yang benar-benar miskin. Itulah ucapan terakhir dari Tan Nunggal. 

Sampai sekarang, makam Kyai Lela Suara masih terpelihara dengan baik di sungai Sekumbak.

Pada tahun 1988 , Dusun Sekumbak dan Dusun Senangi bergabung. Pak Camat menginginkan nama desa yang terdiri dari dari dua dusun ini mempunyai nilai sejarah. Nama Desa Lela pun diputuskan menjadi nama desa itu yang berasal dari nama Kyai Lela Suara.  

Cerita ini pernah dipublikasikan oleh Bahrudin, dan cerita ini bersumber dari Sani Haji Koko, dan beliau penduduk Desa Lela yang sekarang bekerja sebagai Komite Sekolah di SD 27 Sekumbak.

2 komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.