Bukit Rel, Nafas Tertua Kota Pontianak

misterpangalayo.com - Di balik hiruk pikuk Kota Pontianak yang datar dan panas, berdirilah satu gundukan tanah yang seakan enggan menyerah pada keseragaman. Ia tidak tinggi, hanya sekitar 40 meter menjulang dari permukaan laut. Namun keberadaannya menyimpan kisah panjang, dari masa kolonial hingga denyut budaya Dayak yang masih bergetar sampai hari ini. Bukit itu bernama Bukit Rel, satu-satunya bukit alami yang ada di jantung ibu kota Kalimantan Barat.

Sebentuk Tonjolan di Kota Datar

Pontianak, kota yang dibelah Sungai Kapuas dan Sungai Landak, dibangun di atas tanah datar dan berawa. Elevasinya bahkan nyaris rata, hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Namun di kawasan Kelurahan Batu Layang, Pontianak Utara, berdirilah sebuah bukit kecil  menyendiri, seperti melawan nasib geologis kota ini.

Orang-orang tua menyebutnya “Bukit Rel” bukan tanpa alasan. Di masa lalu, kolonial Belanda menggunakan tempat ini sebagai lokasi penggalian batu dan tanah. Rel-rel kecil dibangun melingkari lereng bukit sebagai jalur pengangkutan material menggunakan lori. 

Batu-batu dari Bukit Rel inilah yang dijadikan pondasi awal banyak bangunan kolonial di Pontianak: kantor, dermaga, dan rumah-rumah pejabat kolonial. Kini, sebagian jalur rel itu telah lenyap ditelan waktu, namun serpihan sejarahnya masih terasa. Sisa-sisa pondasi bangunan pemecah batu, besi-besi tua, dan bahkan beberapa potongan rel, masih bisa ditemukan jika kamu jeli menjelajahi kawasan ini.

Dari Lokasi Galian Menuju Warisan Budaya

Bukit Rel bukan sekadar situs bekas galian. Dalam waktu yang bergerak pelan, kawasan ini bertransformasi menjadi ruang hidup baru. Penduduk sekitar terutama dari etnis Dayak dan Melayu mulai memaknai bukit ini sebagai tempat sakral. Tak heran bila pada bagian puncaknya, kini berdiri sebuah pantak semacam altar atau monumen adat suku Dayak tempat dilangsungkannya upacara budaya, persembahan bagi leluhur, serta ruang kontemplasi spiritual.

Pantak ini dibangun oleh Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Pontianak sebagai upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai adat di tengah modernisasi kota. Dari sinilah Bukit Rel menemukan identitas barunya: sebagai ruang kultural dan spiritual, di samping sebagai saksi sejarah kolonial.

Keheningan di Antara Pepohonan

Meski letaknya tak jauh dari pusat kota, suasana di Bukit Rel sangat berbeda. Udara lebih sejuk, angin bertiup lembut dari celah-celah pepohonan tinggi, dan suara burung-burung liar menyapa dari kejauhan. Bukit ini menjadi semacam oase alami di tengah Pontianak yang panas dan lembap. Trek menuju puncak bukit tidak terlalu sulit hanya sekitar 20 menit berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang dibuka oleh komunitas lokal.

Di sepanjang perjalanan, kamu akan menemukan flora khas hutan tropis dataran rendah, pohon-pohon besar, semak liar, dan akar-akar tua yang mengular. Di beberapa titik, ada bangku-bangku bambu dan pos kecil yang sengaja dibangun sebagai tempat istirahat bagi pendaki pemula atau pengunjung biasa.

Daya Tarik Wisata Baru

Sejak beberapa tahun terakhir, Bukit Rel mulai dilirik sebagai lokasi wisata alternatif. Komunitas seperti Rumah Komunitas Pontianak (Rumpon) aktif mengadakan kegiatan seperti fun bike, ekspedisi sejarah, dan pendakian budaya. Pemerintah kota pun berencana mengembangkan kawasan ini sebagai destinasi ekowisata dan budaya, dengan memperbaiki akses jalan dan menambah fasilitas pendukung.

Kini, banyak pelajar, mahasiswa, hingga keluarga muda datang untuk sekadar menikmati sunrise, berkemah kecil, atau melakukan perjalanan spiritual ke pantak di puncak. Tiket masuknya pun sangat terjangkau, hanya sekitar Rp 10.000, dan kawasan ini dibuka 24 jam.

Ruang Harmoni Budaya

Salah satu hal paling menarik dari Bukit Rel adalah harmoni antarbudaya yang hidup di sekitarnya. Kawasan ini dihuni oleh masyarakat dari berbagai latar belakang: Dayak, Melayu, Jawa, Madura, dan Tionghoa. Semua saling menjaga dan menghormati keberadaan bukit ini sebagai tempat yang harus dirawat bersama. Nilai gotong royong dan toleransi sangat terasa dalam setiap kegiatan yang digelar dari ritual adat Dayak, kerja bakti lingkungan, hingga lomba fotografi alam.

Simbol Identitas Kota Pontianak

Bukit Rel bukan hanya dataran tinggi secara geografis, tapi juga dataran tinggi secara simbolik. Ia berdiri sebagai penanda identitas kota menghubungkan masa lalu kolonial, nilai-nilai adat, dan semangat pelestarian lingkungan di masa kini.

Mungkin bukit ini tidak setinggi gunung-gunung di pedalaman Kalimantan. Namun dalam skala makna, Bukit Rel menjulang lebih tinggi dari yang tampak. Ia adalah detak jantung ekologis dan kultural terakhir di kota datar ini. Tempat di mana tanah, sejarah, dan budaya bertemu dalam satu harmoni.

Jika kau berjalan ke sana suatu pagi, menyusuri jalur kecil yang dibuka semak, kau akan mendengar desir angin yang membawa bisikan lama: kisah batu-batu yang dulu dipikul rel, upacara yang dibisikkan doa pada pantak, dan gema langkah kaki yang menapak tanah, tanah satu-satunya bukit di Pontianak.

Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.