Cerita Rakyat Sambas: Legenda Putri Serayi, Cinta yang Terkubur di Laut Jawai

misterpangalayo.comPada zaman dahulu, ketika langit dan laut masih bersatu dalam nyanyian ombak yang belum tersentuh mesin, di pesisir utara Kalimantan Barat di mana Sungai Sambas bermuara ke samudra terbentanglah sebuah negeri yang makmur. Negeri itu dikenal sebagai Jawai, tanah yang dijaga oleh leluhur dari dua darah besar: Dayak (Kanayatn Salako dan Bakati) dan Melayu pesisir.

Dalam negeri itu, hidup seorang pemimpin kampung yang dihormati oleh seluruh masyarakat, baik dari dusun pedalaman maupun pemukiman nelayan. Ia berasal dari garis keturunan Dayak tua yang telah menyatu dengan adat Melayu sejak ratusan tahun silam. Ia punya seorang putri tunggal yang menjadi cahaya di tengah rakyat. Namanya Serayi.

Ilustrasi Putri Serayi sedang menunggu sang kekasihnya di atas batu

Putri Serayi tumbuh di antara pantun dan mantra, mengenal adat dari kedua sisi leluhurnya. Ia tahu bagaimana menumbuk sirih untuk sesaji laut, tetapi juga hafal petatah-petitih Melayu tentang kasih sayang dan pengorbanan. Wajahnya cantik seperti bulan purnama di atas air, dan tutur katanya lemah lembut, seolah mewarisi roh sungai yang tenang dan dalam.

Setiap sore, ia berjalan di tepian pantai, menyapa nelayan yang baru kembali dari laut, atau menemani anak-anak menyanyikan lagu rakyat sambil mencari kerang. Tak ada yang tidak menyayanginya. Bagi rakyat, Serayi bukan hanya putri pemimpin, tapi putri mereka semua.

Namun di balik senyumnya yang manis, hatinya telah terikat pada seorang pemuda biasa bernama Radin. Ia adalah anak dari tukang perahu Dayak pesisir yang sederhana. Radin bukan bangsawan, bukan hartawan. Ia hanya memiliki keberanian, kesetiaan, dan kebijaksanaan yang lahir dari pengalaman berlayar menembus badai dan kabut. Ia memahami laut seperti orang tua memahami tangisan anaknya.

Mereka bertemu diam-diam di Batu Lapak, batu besar yang menjorok ke laut. Di sanalah mereka berbagi cerita, harapan, dan janji. Serayi tak peduli akan status Radin. Baginya, cinta yang murni lebih berharga dari segala gelar dan kekuasaan. Tapi dunia tidak selalu ramah pada cinta yang tumbuh di luar aturan.

Suatu hari, pemimpin kampung menerima utusan dari kerajaan seberang. Seorang bangsawan dari Negeri Pulau ingin meminang Putri Serayi sebagai bagian dari perjanjian dagang dan politik. Bangsawan itu membawa hadiah berupa emas, kain sutra, dan kapal besar berisi rempah-rempah. Bagi pemimpin kampung, ini adalah peluang memperkuat kedudukan Jawai sebagai pusat perdagangan pesisir.

Putri Serayi menolak dengan halus. Tapi penolakannya dianggap sebagai pembangkangan. Ayahnya, yang terjebak antara cinta kepada anak dan kewajiban sebagai pemimpin, memutuskan untuk mengurung Serayi di dalam rumah panggung besar mereka, dan melarang semua rakyat menghubungi sang putri, termasuk Radin.

Namun cinta sejati tidak bisa dikurung. Di malam yang sunyi dan langit mendung, Putri Serayi melarikan diri. Ia menyusuri jalan setapak, melewati hutan bakau dan pantai berbatu. Ia pergi ke Batu Lapak, berharap Radin menunggu di sana. Tapi yang datang hanyalah angin kencang dan langit kelabu.

Desa Bakau, Jawai saat ini dari ketinggian

Serayi berdiri di atas batu itu, menatap laut yang gelap. Ia tahu, cintanya telah dikalahkan oleh dunia. Ia pun menengadah, memohon pada laut yang menjadi ibu bagi kehidupan kampungnya:

"Jika cintaku tak diterima oleh dunia, maka biarlah laut memelukku dalam kedamaian. Biar kisahku abadi di gelombang dan desiran angin."

Petir menyambar. Laut bergemuruh. Ombak besar datang menyapu batu. Tubuh Putri Serayi hilang ditelan samudra. Tak ada yang sempat menolong.

Keesokan harinya, penduduk kampung menemukan jejak telapak kaki perempuan di atas Batu Lapak, tapi tak satu pun menemukan tubuh sang putri. Tak lama kemudian, Radin yang ternyata disekap oleh orang suruhan ayah Serayi, tiba di sana. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia bersumpah tak akan meninggalkan pantai itu seumur hidupnya.

Pantai Putri Serayi menjadi tujuan wisata andalan masyarakat Jawai

Batu Pusaka & Nama Pantai

Sejak hari itu, Batu Lapak dianggap tempat keramat. Dan pantai di sekitarnya diberi nama Pantai Putri Serayi. Di situlah masyarakat Dayak-Melayu pesisir mengadakan ritual laut, mempersembahkan sesaji saat musim tangkap, dan memanjatkan doa keselamatan pelayaran.

Konon, saat bulan purnama, terlihat bayangan perempuan berbaju putih duduk termenung di atas batu, memandang jauh ke arah cakrawala. Orang-orang tua percaya itu adalah arwah Putri Serayi, penjaga cinta, penjaga laut, penjaga adat.


Pesan Moral:

  1. Cinta sejati tumbuh dari keikhlasan, bukan status.

  2. Pengorbanan perempuan dalam sejarah adat adalah bagian penting dari kearifan lokal.

  3. Laut, bagi masyarakat Dayak dan Melayu pesisir, bukan sekadar ruang ekonomi, tetapi ruang sakral yang menyimpan roh, cerita, dan ingatan.


Batu Lapak berlatar Pulau Pontianak (Jawai Selatan, Sambas)

Legenda ini hidup dalam nyanyian nelayan, dalam cerita pengantar tidur anak pesisir, dan dalam doa-doa perempuan tua yang menyusuri pantai sambil membawa sirih dan kapur.

Putri Serayi bukan hanya tokoh legenda, dia adalah wajah dari perempuan Dayak-Melayu yang kuat, lembut, dan setia pada cinta dan alamnya.

Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.