CERITA RAKYAT SAMBAS: Nek Sumpu dan Nek Badungkoh

misterpangalayo.com - Cerita Rakyat Sambas merupakan cerita khas dari masyarakat Binua Sambas yang sudah turun temurun diceritakan oleh para leluhurnya kepada garis keturunannya secara lisan. Dewasa ini tidak banyak cerita-cerita rakyat yang dilestarikan oleh generasinya. Namun pada kesempatan kali ini, saya akan menceritakan sebuah cerita rakyat yang berasal dari Selakau dan cerita ini dikisahkan secara lisan oleh putra asli orang Selakau (Dayak Salako) bernama Da’ Jangking.

Daerah Selakau Tua (baca: Salako Tuha) dipercaya sebagai tanah asal usul Dayak Salako berbahasa Badamea/Badameo. Kedatangan nenek moyang mereka melalui aliran sungai Selakau hingga ke sebuah bukit yang dinamakan Bukit Selindung (baca: Bukit Sarinokng). Konon katanya, kawasan Bukit Selindung merupakan sebuah pantai tetapi karena adanya proses alam maka timbul sebuah dataran atau tanah endapan yang sekarang adalah pasar Selakau atau yang lebih dikenal dengan Selakau Muda (Salako Muda).

CERITA RAKYAT SAMBAS: Nek Sumpu dan Nek Badungkoh


Disebuah kampung wilayah Salako (sekarang wilayah ini disebut oleh orang Melayu: Selakau Tua) hiduplah sepasang suami isteri bernama Nek Sumpu dan Nek Badungkoh. Mereka hidup di sebuah rumah Bantang (betang/panjang/radakng) bukit Selindung. Hingga suatu hari meraka memiliki hutang yang tidak dapat dilunasi. Oleh orang-orang rumah bantang disebut "Bate".

Ketiks itu Nek Sumpu sedang memasak makan untuk babi di dapur serambi Rumah Bantang, tanpa disengaja Nek Sumpu menyebabkan api membakar benih jagung dan kemudian apinya menjalar hingga ke atap rumah Bantang.

Suasana rumah Bantang pada saat kejadian hanya dihuni oleh anak-anak dan orang tua, karena semua orang dewasa sedang panen padi di ladang. Tidak ada korban jiwa pada kebakaran tersebut namun rumah Bantang habis terbakar tanpa meninggalkan sisa.


***

Konon kabarnya di kawasan bukit Selindung hiduplah seekor harimau yang tingga di dalam sebuah lubang (tohokng). Harimau itu sangat ganas dan suka memangsa ternak-ternak orang di rumah Bantang.

Para penghuni rumah Bantang tersebut mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut dan akhirnya mereka menyuruh Nek Sumpu dan Nek Badungkoh untuk membunuh harimau tersebut karena kedua orang itu tidak mampu membayar hutangnya pada masyarakat yang tinggal di rumah Bantang tersebut. Dan apabila Nek Sumpu dan Nek Badungkoh berhasil membunuh harimau tersebut, keduanya akan dianggap berjasa terhadap orang-orang sebantang dan hutang batenya dianggap lunas.

Tanpa mengulur waktu, Nek Sumpu dan isterinya pun mencari ide bagaimana untuk membunuh harimau itu. Hingga suatu hari Nek Sumpu minta tolong kepada masyarakat sebantang untuk membantunya membuat kubu (bunker) tepat di depan tohokng harimau itu. Bagian depan kubu itu disusun dengan batang buluh, kemudian disusul dengan rotan dan yang terakhir adalah batang pisang.

Tidak lupa Nek Sumpu membuat tombak yang terbuat dari kayu bikokng (nama kayu yang tumbuh di rawa/tawokng). Setelah kubu selesai dikerjakan masyarakat sebantang, Nek Sumpu dan Nek Badungkoh masuk ke dalam kubu tersebut dengan membawa tombak. Mereka berdua kemudian dibuat kaomponan (i-ngantapatn-ni’) agar diterkam harimau itu.

Tiga hari kemudian, namun harimau itu tidak mau keluar untuk memangsa Nek Sumpu dan Nek Badungkoh. Akhirnya masyarakat sebantang memutuskan untuk mengutus tujuh orang laki-laki dan tujuh orang perempuan untuk menemani Nek Sumpu dan isterinya.

Keesokan harinya, harimau itu keluar dari sarangnya dan langsung menyerang Nek Sumpu dan isterinya. Pantang menyerah harimau tersebut menerjang kubu pertahanan hingga menyebabkan kubu pertahanan pertama dan kedua jebol. Ketika binatang itu hendak menerjang pertahanan ketiga, kuku-kuku kaki dan tangannya melekat di batang pisang. Saat itu Nek Sumpu menusukkan tombaknya yang tango tampiras (karena tombak itu sudah dimanterakan, harimau itu akan mati walaupun hanya sedikit saja bagian yang dikenai) ke sasarannya. Harimau itu segera terkulai dan mati.


***

Matinya harimau tersebut, masyarakat sebantang sangat senang dan berterima kasih kepada Nek Sumpu dan Nek Badungkoh, akhirnya mereka berdua terlepas dari beban hutang bate. Pada hari ketiga orang sebantang sambayang (pesta adat) untuk ucapan terima kasih dan basaru’ sumangat.

Pada saat yang bersamaan, Nek Sumpu dan Nek Badungkoh tiba-tiba raib dan hingga kini keberadaannya tidak diketahui. Pada hari itu juga mereka mendapati bangkai harimau itu telah menjadi batu yang menghadap ke arah Timur dan Selatan. Walaupun Nek Sumpu dan istrinya raib, orang sebantang tetap sambayang. Beberapa hari setelah sambayang dilaksanakan, batu harimau itu juga ikut raib dari daerah itu.

Perlu diketahui, menurut cerita orang jaman dahulu, tanah Kalimantan pernah dihuni oleh harimau. Namun, harimau itu poro’ (tidak berkembang/habis mati) karena pulau ini ada tungkae (tungka barangkali terjemahannya penangkal) yaitu pohon buiotn (belian/ulin). Yang tinggal hanya sejenis harimau namun kecil bentuknya, yaitu kasui.

Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.