Jejak Sejarah Kerajaan Nek Riuh Di Sambas

misterpangalayo.com - Sebelum agama Islam datang ke Nusantara, agama  Hindu dan Budha menjadi agama mayoritas di negeri ini. Pada awalnya agama Hindu hanya berkembang di lembah sungai Shindun, negara India. Berkat Rsi Agastya yang dipercaya sebagai orang suci umat Hindu, maka tersebarlah ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Di bangku sekolah dasar, kita telah mempelajari sejarah Indonesia bahwa kerajaan Hindu pertama kali yang berkembang di Bumi Nusantara adalah Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur pada abad ke 4 masehi, dan terus berkembang hingga ke Pulau Jawa dan Bali.


Masuknya pengaruh budaya India di Bumi Nusantara termasuk Pulau Kalimantan (atau biasa di sebut dengan Pulau Borneo), mengubah sistem kemasyarakatan yang telah ada sebelum masuknnya paham agama Hindu di Nusantara. Dulunya yang memegang kekuasaan suatu wilayah (benua / binua) adalah ketua suku atau ketua adat, dengan gelaran Datuk, Ratu, Raja, dan Nek (ini sempat populer pada era-nya di Bumi Kalimantan).

Pada saat itu khususnya di Bumi Kalimantan bagian barat untuk memilih pemimpin atau raja adalah memilih seseorang tokoh masyarakat yang pertama atau utama dari sesamanya (ini biasa di kenal dengan istilah primus interpares). Tetapi ada juga memilih seorang pemimpin dengan berdasarkan keturunan atau pertalian darah.

Kembangkan Budaya, Lestarikan Tradisi, Jelajahi Nusantara. Itulah pegangan saya dalam menggali sejarah yang ada di Bumi Sambas. Dan di kesempatan kali ini, izinkan saya untuk pos sebuah artikel tentang Kerajaan Sambas Kuno pada era Hindu yaitu Kerajaan Nek Riuh di Bumi Sambas Terigas. Sangat minim sekali informasi dan referensi tentang Kerajaan Nek Riuh yang pernah eksis di Bumi Sambas. Tapi semua itu tidak membuat patah semangat saya, dan saya mengumpulkan beberapa sumber sebagai acuan saya. Apabila ada yang salah di artikel ini, mohon di kritik yang membangun, karena artikel ini berupa rintisan dari saya pribadi. Mungkin dan ini mungkin saya yang pertama pos jejak sejarah Kerajaan Nek Riuh di Sambas di dunia maya. Semoga artikel saya sangat membantu dan bermanfaat di kemudian hari dan apabila pembaca punya informasi terkait Kerajaan Nek Riuh, silahkan hubungi saya. Artikel ini bisa saya revisi sewaktu-waktu.


Sebelum berdirinya Kesultanan Sambas pada tahun 1671 M yang notebane-nya adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri di muara Ulakan, telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu di Bumi Sambas yang menguasai wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada saat ini, urutan kerajaan yang pernah berdiri di Bumi Sambas sampai dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah:
  1. Kerajaan Wijaya Pura sekitar abad 7 M - 9 M, berpusat di Sungai Rejang.
  2. Kerajaan Nek Riuh sekitar abad 13 M - 14 M, berpusat di Sungai Raya.
  3. Kerajaan Tan Unggal sekitar abad 15 M, berpusat di Paloh
  4. Panembahan Sambas (Ratu Sepudak)  pada abad 16 M, berpusat di Kota Lama
  5. Kesultanan Sambas pada abad 17 M - 20 M, berpusat di Kota Sambas sekarang.
Kerajaan Wijayapura adalah kerajaan bercorak Hindu yang berdiri sekitar abad ke-7. Kerajaan ini terletak di sekitar muara Sungai Rejang, Kalimantan Barat (Indonesia). Kerajaan Wijayapura juga dikenal dengan Kerajaan Sambas Kuno. Bukti kuat keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya benda-benda arkeologis berupa gerabah, patung dari masa Hindu, menurut perkiraan para ahli arkeologi, benda- benda itu berasal sekitar pada abad ke-6 M atau 7 M.

Baca juga: Kerajaan Wijayapura: Kerajaan Hindu di Utara Kalimantan Barat

Kerajaan Sambas Kuno (Wijayapura) merupakan pendahulu Kerajaan Nek Riuh / Kerajaan Lara, sebagaimana halnya Kerajaan Kutai merupakan kerajaan pendahulu yang ditaklukan oleh Kesultanan Kutai. Tetapi Dinasti (garis keturunan) Raja-Raja Kerajaan Sambas Kuno mungkin saja berbeda dengan Dinasti / Nasab Raja-raja di Kerajaan Nek Riuh.

Dari catatan ptolemaeos bahwa sekitar awal abad tahun masehi, di daerah pantai barat Pulau Kalimantan (Sambas, Mempawah, Sukadana, dan Tanjungpura) sudah dikenal sebagai daerah yang sudah berpenghuni. Selanjutnya Van der Meulen menduga bahwa dalam masa Ptolemaeos, nama Javadwipa mungkin sekali dipakai untuk menyebut bahagian lain dari Kalimantan.

Pada era Hindu (sebelum kedatangan islam) di Kalimantan belum ada istilah Dayak dan Melayu. Pada masa itu manusia penghuni Pulau Kalimantan merupakan manusia-manusia yang saling berkekerabatan dan bersaudara (Bangsa Austronesia). Istilah atau penyebutan yang digunakan pada masa itu adalah Orang Laut dan Orang Darat. Orang Laut adalah penduduk pribumi Kalimantan yang tinggal di pesisir pantai barat Kalimantan , sedangkan Orang Darat adalah penduduk pribumi Kalimantan yang tinggal di ulu sungai atau pedalaman.


Ini jejak sejarah Kerajaan Nek Riuh yang berhasil saya rangkum:


Jauh sebelum Islam datang ke Bumi Kalimantan, bangsa Dayak sudah mempunyai kerajaan-kerajaan, dan satu diantaranya adalah Kerajaan Nek Riuh yang berdiri awal abad ke 13 Masehi. Kerajaan Nek Riuh didirikan oleh anak suku Dayak Bakati Rara yang bernama Nek Riuh. Menurut tradisi lisan yang berkembang di tengah masyarakat Sambas bahwa pemerintahan Kerajaan Nek Riuh / Kerajaan Lara berlokasi di daerah Sungai Raya.

Kerajaan Sidiniang pada masa pemerintahan Patih Nyabakng (putra Patih Gumantar) yang berlokasi di daerah Mempawah Hulu pernah terlibat perselisihan dengan Kerajaan Lara / Kerajaan Nek Riuh. 

Secara otentik Kerajaan Nek Riuh tercantum dalam kitab Negarakertagama karya agung Mpu Prapanca pada masa Majapahit (1365 M) di bawah Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, yang menyatakan bahwa salah satu tanah jajahan Kerajaan Majapahit di Pulau Kalimantan adalah sebuah kerajaan yang mana rajanya memanggil dirinya “Nek Riuh”. Kerajaan Nek Riuh di Sambas adalah sebuah kerajaan Dayak yang bercorak Hindu.


***

Pupuh XII buku Negara Kertagama menyebutkan:

“Lwas dengan Samudra serta Lamuri Batam, Lampung dan juga Barus itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk. Negara-negara dipulau Tanjungpura : Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, lawai ikut tersebut.


Pupuh XIV :

“Kandadangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan Sedu, Berune(ng), Kalka, Seludung, solot dan juga pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Matano tetap yang terpnting dipulau Tanjungpura.”


***

Kerajaan Nek Riuh merupakan vazal Kerajaan Bakulapura (bawahan Singhasari) dan pada masa itu wilayah Tanjung Datuk (sekarang secara administratif berada di Kecamatan Paloh) menjadi perbatasan wilayah mandala Bakulapura / Tanjungpura / Sukadana dengan wilayah mandala Kerajaan Brunei (Borneo / Barune).


Kronik dinasti Sung (960 – 1279) adalah salah satu catatan tua tentang bagian barat Kalimantan. Kronik Cina menyebut “Puni” sebagai Borneo Barat” daerah Kalimantan Barat.” Disebutkan : “negeri ini terletak di lautan barat daya, jaraknya dari Jawa 45 hari, dari San Bot Sai (Palembang) 40 hari dari Champa 30 hari, jika angin baik.” Atlas sejarah Muhammad Yamin menyebutkan pula daerah bagian barat Kalimantan dengan sebutan “Puni” Daerah bagian barat Kalimantan itu tentulah termasuk pula daerah Sambas sebagai salah satu kerajaan tertua di Kalimantan. Kronik dinasti Ming (1360 – 1643) pun sama-sama menyebut Negara-negara di bagian barat Kalimantan (Pu-ni) yang mengirim dutanya ke istana Kaisar Cina untuk menunjukkan hormat dan takzimnya.


Dewasa ini, bekas wilayah kedaulatan Kesultanan Sambas bertaburan penduduk etnis Dayak di Bumi Sambas selain etnis Melayu Sambas dan etnis Tionghoa. Dan tidak mustahil karena Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Landak seperti yang kita ketahui didiami oleh suku Dayak Bakati selain sub suku dayak lainnya.


Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak ini dekat dengan perbatasan negara Sarawak, Malaysia. Untuk di Sarawak sendiri, suku Dayak Bakati Rara digolongkan ke dalam etnis Bidayuh oleh Pemerintah Malaysia. Kelompok etnis ini di Sarawak banyak mendiami daerah di Distrik Lundu, Kuching, Sarawak.


Kerajaan Nek Riuh yang di pimpin Patih Riuh / Nek Riuh ini mengalami masa kemunduran dikarena perang perluasan daerah kedaulatan dari kerajaan Dayak yang bertetangga dengan Kerajaan Nek Riuh. Perang perluasan wilayah ini juga dikenali sebagai Perang Kayau, dan kerajaan yang membuat kemunduran pemerintahan Kerajaan Nek Riuh adalah kerajaan dari suku Dayak Mualang.

Pasca keruntuhan Kerajaan Nek Riuh, sekitar awal abad ke-15 Masehi sebuah kerajaan kecil letaknya di utara Kerajaan Nek Riuh (daerah Paloh sekarang) yaitu Kerajaan Tan Unggal masih berdiri. Pasca keruntuhan kerajaan Tan Unggal, maka kerajaan ini dilanjutkan oleh keturunan dari bangsawan Majapahit

Pada pertengahan abad ke 15, pusat pemerintahan dipindah dari Paloh ke hulu sungai Sambas Besar tepatnya di Kota Lama (daerah Galing sekarang). Kerajaan tersebut dikenal dengan nama Panembahan Sambas. Para raja dari Panembahan Sambas merupakan keturunan dari Raja Majapahit yang bernama Wikramawardhana yang merupakan pemerintah ke-5 Kerajaan Majapahit pada masa itu.
 





Referensi:

Kern, Hendrik (1918). H. Kern: deel. De Nāgarakṛtāgama, slot. Spraakkunst van het Oudjavaansch. M. Nijhoff.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sambas#cite_ref-Hendrik_Kern.2C_N.C4.81garak.E1.B9.9Bt.C4.81gama_4-0
http://moslemwiki.com/Kesultanan_Sambas
http://www.cikgusaberi.com/2015/07/selusuri-kerajaan-sambas-kalimantan.html
http://33nkanayant.blogspot.co.id/2012/09/suku-dayak.html
http://ifzanul.blogspot.co.id/2010/06/asal-mula-kesultanan-sambas.html
http://www.travelesia.co/2015/07/perjanjian-tumbang-anoi.html

1 komentar:

  1. Titip salam sama mbah sujarwo mu ya, kalau mau nipu bukan disini, kalau masih ngotot tar saya santet mati pakai santai pulong, seketurunan mati semua

    BalasHapus

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.