Kerajaan Hindu Sambas
SAMBASBORNEO - Panembahan Ratu Sapudak adalah kerajaan hindu Jawa berpusat di hulu 
Sungai Sambas yaitu di tempat yang sekarang disebut dengan nama "Kota 
Lama". Kerajaan ini dapat disebut juga dengan nama "Panembahan Sambas".
 Ratu Sapudak adalah Raja Panembahan ini yang ke-3, Raja Panembahan ini 
yang ke-2 adalah Abangnya yang bernama Ratu Timbang Paseban, sedangkan 
Raja Panembahan ini yang pertama adalah Ayah dari Ratu Sapudak dan Ratu 
Timbang Paseban yang tidak diketahui namanya. Ratu adalah gelaran itu 
Raja laki-laki di Panembahan Sambas dan juga di suatu masa di Majapahit.[rujukan?]Pada
 1 Oktober 1609 saat masa Ratu Sepudak telah mengadakan perjanjian 
dagang dengan Samuel Bloemaert dari VOC yang ditanda tangani di kota 
Lama
Asal usul Panembahan Sambas ini dimulai ketika satu rombongan besar 
Bangsawan Jawa hindu yang melarikan diri dari Pulau Jawa bagian timur 
karena diserang dan ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah 
pimpinan Sultan Trenggono (Sultan Demak ke-3) pada sekitar tahun 1525 M.[rujukan?] Pada tahun 1364 pasukan majapahit telah mendarat di Pangkalan Jawi.kini daerah itu bernama Jawai 
Bangsawan Jawa hindu ini diduga kuat adalah Bangsawan Majapahit karena 
berdasarkan kajian sejarah Pulau Jawa pada masa itu yang melarikan diri 
pada saat penumpasan sisa-sisa hindu oleh pasukan Demak ini yang 
melarikan diri adalah sebagian besar Bangsawan Majapahit. Pada saat itu 
Bangsawan Majapahit lari dalam 3 kelompok besar yaitu ke Pulau Bali, ke 
daerah Gunung Kidul dan yang tidak cocok dengan kerajaan di Pulau Bali 
kemudian memutuskan untuk menyeberang lautan ke arah utara, rombongan 
inilah yang kemudian sampai di Sungai Sambas.
Pada saat rombongan besar Bangsawan Jawa yang lari secara boyongan 
ini (diyakini lebih dari 500 orang) ketika sampai di Sungai Sambas di 
wilayah ini di bagian pesisir telah dihuni oleh orang-orang Melayu yang 
telah berasimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir.[rujukan?],
 Raja Tan Unggal merupakan anak asuh dari Ratu Sapudak yang berhasil 
naik tahta dengan menyingkirkan putera dan puteri Ratu Sapudak yakni 
Bujang Nadi dan Dare Nandung yang dikuburkan hidup hidup dibukit 
Sebedang dengan tuduhan kedua bersaudara itu berniat kawin sesama 
saudara (lihat: Legenda Bujang Nadi Dare Nandung) 
Pada saat itu 
di wilayah ini sedang dalam keadaan kekosongan pemerintahan setelah 
terjadi kudeta rakyat dengan terbunuhnya Raja Tan Unggal secara tragis 
dengan dimasukkan kedalam peti dan petinya dibuang kedalam sungai Sambas
 (Lihat: dato’ Ronggo) dan sejak itu masyarakat Melayu di wilayah
 ini tidak mengangkat Raja lagi. Pada masa inilah rombongan besar 
Bangsawan Jawa ini sampai di wilayah Sungai Sambas ini sehingga tidak 
menimbulkan benturan terhadap rombongan besar Bangsawan Jawa yang tiba 
ini.[rujukan?]
Setelah lebih dari 10 tahun menetap di hulu Sungai Sambas, rombongan 
Bangsawan Jawa ini melihat bahwa kondisi di wilayah Sungai Sambas ini 
aman dan kondusif sehingga kemudian Bangsawan Jawa ini mendirikan lagi 
sebuah kerajaan yang disebut dengan Panembahan atau dapat disebut dengan
 nama "Panembahan Sambas" yang masih beraliran hindu. Yang menjadi Raja 
Panembahan Sambas yang pertama tidak diketahui namanya setelah wafat, ia
 digantikan anaknya yang bergelar Ratu Timbang Paseban. Setelah Ratu 
Timbang Paseban wafat, ia digantikan oleh Adindanya yang bergelar Ratu 
Sapudak.
Pada masa pemerintahan Ratu Sapudak inilah datang rombongan Sultan 
Tengah yang terdiri dari keluarga dan orang-orangnya datang dari 
Kesultanan Sukadana dengan menggunakan 40 buah perahu yang lengkap 
dengan alat senjata. Rombongan Baginda Sultan Tengah ini kemudian 
disambut dengan baik oleh Ratu Sapudak dan Sultan Tengah dan 
rombongannya dipersilahkan untuk menetap di sebuah tempat yang kemudian 
disebut dengan nama "Kembayat Sri Negara". Tidak lama setelah menetapnya
 Sultan Tengah dan rombongannya di Panembahan Sambas ini, Ratu Sapudak 
pun kemudian wafat secara mendadak. 
Kemudian yang menggantikan Almarhum 
Ratu Sapudak adalah keponakannya bernama Raden Kencono yaitu anak
 dari Abang Ratu Sapudak yaitu Ratu Timbang Paseban. Setelah menaiki 
Tahta Panembahan Sambas, Raden Kencono ini kemudian bergelar Ratu Anom Kesumayuda.
 Raden Kencono ini sekaligus juga menantu dari Ratu Sapudak karena pada 
saat Ratu Sapudak masih hidup, ia menikah dengan anak perempuan Ratu 
Sapudak yang bernama Mas Ayu Anom.
Beberapa lama setelah Ratu Anom Kesumayuda menaiki Tahta Kesultanan 
Sambas yaitu ketika Sultan Tengah telah menetap di wilayah Panembahan 
Sambas ini sekitar 10 tahun, anak Baginda Sultan Tengah yang sulung 
yaitu Sulaiman sudah beranjak dewasa hingga kemudian Sulaiman di 
jodohkan dan kemudian menikah dengan anak perempuan bungsu dari Almarhum
 Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu. Karena pernikahan inilah kemudian Sulaiman diangurahi gelaran Raden menjadi Raden Sulaiman.
 Tak lama setelah itu Raden Sulaiman diangkat menjadi salah satu Menteri
 Besar dari Panembahan Sambas yang mengurusi urusan hubungan dengan 
negara luar dan pertahanan negeri dan kemudian Mas Ayu Bungsu pun hamil 
hingga kemudian Raden Sulaiman memperoleh seorang anak laki-laki yang 
diberi nama Raden Bima.
Tidak berapa lama setelah Raden Bima lahir, dan setelah melihat 
situasi di sekitar Selat Malaka sudah mulai aman, ditambah lagi telah 
melihat anaknya yang sulung yaitu Raden Sulaiman sudah mapan yaitu sudah
 menikah dan telah menjadi seorang Menteri Besar Panembahan Sambas, maka
 Baginda Sultan Tengah kemudian memutuskan sudah saatnya untuk kembali 
pulang ke Kerajaannya yaitu Kesultanan Sarawak. Maka kemudian Baginda 
Sultan Tengah beserta istrinya yaitu Putri Surya Kesuma dan keempat 
anaknya yang lain (Adik-adik dari Raden Sulaiman) yaitu Badaruddin, 
Abdul Wahab, Rasmi Putri dan Ratna Dewi berangkat meninggalkan 
Panembahan Sambas, negeri yang telah didiaminya selama belasan tahun, 
yaitu kembali pulang menuju Kesultanan Sarawak.
Dalam perjalanan pulang menuju Kesultanan Sarawak ini, yaitu ketika 
hampir sampai yaitu di suatu tempat yang bernama Batu Buaya, Baginda 
Sultan Tengah secara tidak diduga ditikam oleh pengawalnya sendiri namun
 pengawal yang menikamnya itu kemudian ditikam balas oleh Baginda Sultan
 Tengah hingga tewas. Namun demikian luka yang dialami Baginda Sultan 
Tengah terlalu parah hingga kemudian membawa kepada kewafatan Baginda 
Sultan Tengah bin Sultan Muhammad Hasan. Jenazah Baginda Sultan Tengah 
kemudian dimakamkan di suatu tempat dilereng Gunung Santubong (dekat 
Kota Kuching) yang hingga sekarang masih dapat ditemui. Sepeninggal 
suaminya, Putri Surya Kesuma kemudian memutuskan untuk kembali ke 
Sukadana (tempat dimana ia berasal) bersama dengan keempat orang anaknya
 (Adik-adik dari Raden Sulaiman).
Sepeninggal Ayahnya yaitu Sultan Tengah, Raden Sulaiman yang menjadi 
Menteri Besar di Panembahan Sambas, mandapat tentangan yang keras dari 
Adik Ratu Anom Kesumayuda bernama Raden Aryo Mangkurat yang juga 
menjadi Menteri Besar Panembahan Sambas bersama Raden Sulaiman. Raden 
Aryo Mangkurat bertugas untuk urusan dalam negeri. Raden Aryo Mangkurat 
yang sangat fanatik hindu ini memang sudah sejak lama membenci Raden 
Sulaiman yang kemudian dilampiaskannya setelah Ayah Raden Sulaiman yaitu
 Baginda Sultan Tengah meninggalkan Panembahan Sambas. 
Kebencian Raden 
Aryo Mangkurat kepada Raden Sulaiman ini disebabkan karena disamping 
menjadi Menteri Besar yang handal, Raden Sulaiman juga sangat giat 
menyebarkan Syiar Islam di Panembahan Sambas ini sehingga penganut Islam
 di Panembahan Sambas menjadi semakin banyak. Disamping itu karena Raden
 Sulaiman yang cakap dan handal dalam bertugas mengurus masalah luar 
negeri dan pertahanan sehingga Ratu Anom Kesumayuda semakin bersimpati 
kepada Raden Sulaiman yang menimbulkan kedengkian yang sangat dari Raden
 Ayo Mangkurat terhadap Raden Sulaiman.
Untuk menyingkirkan Raden Sulaiman ini Raden Aryo Mangkurat kemudian 
melakukan taktik fitnah, namun tidak berhasil sehingga kemudian 
menimbulkan kemarahan Raden Aryo Mangkurat dengan membunuh orang 
kepercayaan Raden Sulaiman yang setia bernama Kyai Setia Bakti. 
Raden Sulaiman kemudian mengadukan pembunuhan ini kepada Ratu Anom 
Kesumayuda namun tanggapan Ratu Anom Kesumayuda tidak melakukan tindakan
 yang berarti yang cenderung untuk mendiamkannya (karena Raden Aryo 
Mangkurat adalah Adiknya). Hal ini membuat Raden Aryo Mangkurat semakin 
merajalela hingga kemudian Raden Sulaiman semakin terdesak dan sampai 
kepada mengancam keselamatan jiwa Raden Sulaiman dan keluarganya. 
Melihat kondisi yang demikian maka Raden Sulaiman beserta keluarga dan 
orang-orangnya kemudian memutuskan untuk hijrah dari Panembahan Sambas.
Maka kemudian Raden Sulaiman beserta keluarga dan pengikutnya yang 
terdiri dari sisa orang-orang Brunei yang ditinggalkan oleh Ayahnya 
(Baginda Sultan Tengah) sebelum meninggalkan Panembahan Sambas dan 
sebagian besar terdiri dari orang-orang Jawa Panembahan Sambas yang 
telah masuk Islam.
Raja Sambas
Daftar Ratu (Pangeran Adipati) dan Panembahan yang memerintah Kerajaan Sambas:
- Saboa Tangan Pangeran Adipati Sambas (1609)
 - Ratu Timbang Paseban bin Saboa Tangan
 - Ratu Sapudak bin Saboa Tangan (1650-1652)
 - Ratu Anom Kesumayuda (Pangeran Prabu Kencana) bin Ratu Timbang Paseban
 - Panembahan di Kota Balai (Raden Bekut)
 - Raden Mas Dungun
(WIKIPEDIA) 

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus