Cerita Rakyat Dayak Salako: Asal Muasal Sungai Bantanan
misterpangalayo.com - Pada zaman dahulu, ketika rimba Kalimantan masih lebat tak tersentuh, berdirilah sebuah gunung yang diyakini sebagai titisan para roh leluhur, yakni Gunung Tanatn (Gunung Rumput). Di puncaknya, mata air memancar bening dari sela bebatuan, membentuk aliran pertama yang kemudian dikenal sebagai sungai kehidupan: Sungai Bantanan.
Suku Dayak Bakati yang menghuni tanah Hulu Sambas menyebut air itu sebagai "Pitn Patn Tanatn", artinya "air yang mengalir dari Gunung Tanatn." Sungai itu mereka anggap suci, karena menjadi sumber air, makanan, dan jalan pelayaran dari hulu ke hilir.
Tanah di sepanjang aliran sungai ini menjadi subur, dipenuhi dusun dan huma. Sungai itu bukan hanya tempat mencari ikan atau mandi, tapi juga jalur penghubung antara suku-suku Dayak dan kelak para saudagar Melayu dari pesisir.
Perubahan Nama: Dari Tanatn ke Bantanan
Seiring waktu, masyarakat Dayak dari wilayah lain mulai datang. Mereka tidak dapat melafalkan Pitn Patn Tanatn dengan benar, sehingga menyebutnya Bantanatn atau Bintanatn. Kemudian datanglah kaum Melayu dari Johor dan Kepulauan Riau, yang membawa lidah mereka sendiri, menyederhanakan nama itu menjadi Bantanan. Itulah nama yang kini dikenal hingga ke peta dunia.
Sungai Kerajaan Nek Riuh
Di sekitar muara Sungai Bantanan, berdirilah sebuah kerajaan tua bernama Kerajaan Pantanatn (atau Nek Riuh menurut sebutan Dayak). Di sinilah raja-raja tua dahulu berkuasa. Sungai ini adalah jalur utama kerajaan tempat di mana perahu-perahu dagang berlayar, dan tempat upacara adat digelar.
Sungai Bantanan juga menjadi saksi peralihan kekuasaan, peperangan, dan penyatuan antara suku Dayak dan Melayu. Bahkan dalam cerita rakyat, konon pada malam-malam tertentu, roh-roh leluhur muncul di permukaan sungai dalam bentuk kabut putih yang menari di atas air.
Warisan Dayak Salako
Ketika terjadi persekutuan antara Dayak Bakati dan Dayak Salako dalam menghadapi ancaman dari luar (termasuk konflik dengan Dayak Saribas dari wilayah Sarawak), wilayah sepanjang sungai ini yang disebut Binua Bantanan diserahkan kepada keturunan Salako sebagai bentuk penghormatan. Maka, berdirilah kampung-kampung Dayak Salako seperti Sajingan, Batang Air, Galing, dan sekitarnya yang kini masih eksis.
Sungai yang Menyimpan Nama Leluhur
Kini, Sungai Bantanan mengalir tenang melewati batas-batas kampung, menghubungkan masa lalu dan masa kini. Namanya memang berubah dari Pitn Patn Tanatn menjadi Bantanan, namun roh dan makna asalnya tetap hidup dalam ingatan para tetua adat dan dalam alunan mantra ketika Gawai Dayak digelar.
Sungai Bantanan bukan sekadar sungai. Ia adalah urat nadi tanah Sambas, jejak air yang membawa kisah para leluhur dari hulu Gunung Rumput hingga ke muara Laut Natuna.
Sejarah Nama Sungai Bantanan
Menurut catatan sejarah lokal dan sumber budaya Dayak Bakati / Kanayatn, nama Bantanan sebenarnya berasal dari kata bahasa mereka:
Pitn Patn Tanatn, yang berarti aliran air yang berhulu di Gunung Tanatn
-
Disingkat menjadi Pitn Tanatn atau Patn Tanatn (dari Tanatn)
Ketika pendatang Dayak Kanayatn (Salako) keliru mendengar nama tersebut, mereka menyebut Pitn Tanatn menjadi Bintanatn, dan Patn Tanatn menjadi Bantanatn. Pengucapan ini lalu diadopsi oleh penduduk Melayu dari Kepulauan Riau, Singapura, Johor, dan akhirnya menjadi Bantanan, nama yang bertahan hingga sekarang.
Gunung Tanatn, sumber nama ini, kini dikenal sebagai Gunung Rumput, terletak di perbatasan antara Kabupaten Sambas dengan Sarawak, Malaysia.
Tidak ada komentar:
Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta
Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:
1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan