CERITA RAKYAT SANGGAU: Asal Usul Terjadinya Dusun Mangkit

misterpangalayo.com - Pada suatu pagi yang cerah, langit tampak jernih di saat angin bertiup perlahan dan burung-burung hutan berkicau dengan riangnya, pergilah seorang pemuda yang gagah perkasa dan pemberani dengan berbekal tujuh buah ketupat serta alat perburuannya yaitu sebuah sumpit untuk berburu. 

ilustrasi:google

Perjalanan demi perjalanan dilalui, ia keluar masuk hutan yang lebat, menyelusuri lembah, mengikuti arus sungai bahkan mendaki gunung pun ia lakukan tanpa merasakan lelah sedikitpun. Ia terus mencari binatang buruannya hingga berhari-hari, namun tidak seekor binatang pun yang ditemuinya dan ia telah bertekad tidak akan pulang ke rumah tanpa membawa hasil buruan.

Ia terus melanjutkan perjalanannya, sesekali ia beristirahat sambil menikmati ketupat yang dibawanya dari rumah. Siang dan malam terus berlalu, hingga sampailah ia pada suatu hari yang dirasakannya sangat aneh dari hari-hari sebelumnya. Hari tampak cerah, tetapi tiba-tiba turun hujan lebat yang disertai dengan panas.

Tanpa memperdulikan keadaan pada hari itu, ia terus melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba ia melihat dulang tempat menyimpan makanan babi dan di sekeliling dulang tersebut ditumbuhi beberapa pohon pinang. Pemburu itupun segera menghampiri dulang itu sambil melihat ke arah kanan dan kiri hingga terlihat olehnya sebuah rumah, lalu iapun menghampiri rumah itu. Alangkah terkejutnya ia karena rumah itu adalah rumah yang terletak di sebuah kampung yang sangat panjang. Rumah itu adalah rumah yang paling awal dari rumah-rumah yang ada di kampung itu.

Tanpa diketahuinya bahwa kampung itu adalah Kampung Bunian dan hanya manusia tertentu saja yang dapat melihatnya. Sesampainya di rumah itu, maka si pemburu lalu mengetok-ngetok pintu sambil memanggil penghuni rumah. Tak lama kemudian keluarlah penghuni rumah itu dan ternyata pemiliknya adalah seorang nenek yang baik hati dan kehidupannya pun berkecukupan.

Segala harta benda banyak tersimpan di dalam rumahnya. Ia tinggal bersama seorang cucu perempuannya. Lalu sang pemburu itu pun bermohon kepada sang nenek untuk bermalam di rumahnya. "Apakah saya boleh menumpang bermalam di rumah nenek ini?" kata sang pemburu memohon. "Oh tentu saja boleh, bahkan nenek senang sekali karena cucu berkenan bermalam di rumah kami," jawab nenek itu dengan senang hati.

Kemudian nenek itupun mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam rumahnya. Pemburu itupun masuk dan duduk di atas tikar, tak berapa lama kemudian, menyerahkan sebuah tempat sirih dan air minum kepada sang pemburu. lapun menanyakan kepada pemburu itu tentang perjalanannya hingga sampai ke rumahnya.

Sang pemburu pun menceritakan panjang lebar pengalamannya itu kepada sang nenek. Nenek itupun lalu pergi ke kamar menyuruh cucunya menyediakan nasi untuk si tamu dan cucunya pun segera memasak nasi dan lauk pauk. Setelah selesai memasak nasi dan lauk pauknya, segera dihidangkan dan diantarkannya ke tempat dimana si pemburu itu duduk.

Betapa terkejutnya si pemburu itu tatkala dilihatnya gadis yang mengantarkan hidangan itu berparas cantik dan memiliki rambut yang indah, panjang terurai. Beberapa lamanya si pemburu itu berada di tempat nenek dan mereka pun saling memperkenalkan diri. Oleh karena sudah cukup lama si pemburu itu tinggal bersama sang nenek sehingga si nenek itupun merasa bahwa si pemburu itu merupakan bagian dari keluarga mereka. Demikian juga sebaliknya, si pemburu itu telah menganggap bahwa nenek itu adalah neneknya sendiri dan cucu si nenek itu adalah adiknya. 


Beberapa hari berikutnya, si pemburu itu mohon pamit kepada si nenek untuk pulang ke kampung halamannya karena ia merasa khawatir kalau-kalau kedua orang tuanya mencari keberadaannya. Nenek tua itu tidak mengijinkannya sebelum ia menikahi cucu perempuannya itu. Si pemburu itupun memenuhi permintaan sang nenek dan akhirnya mereka pun segera memberi tahu ketua adat dan kebayan di kampung itu guna menentukan hari pernikahannya.

Kemudian berita tentang pernikahan cucunya disebarkan oleh kebayan dan ketua adat di kampung tersebut. Dalam mempersiapkan pesta pernikahan cucunya itu, sang nenek dibantu oleh warga di sekitarnya. Menjelang hari penikahan tiba seluruh warga menjadi sibuk dan pesta pernikahan itupun dilangsungkan selama tiga hari tiga malam. Pestanya sangat meriah karena dihadiri oleh seluruh warga dari Kampung Bunian itu. Mereka dengan penuh suka cita menikmati pesta yang telah diselenggarakan oleh si nenek itu.

Setelah pesta pernikahan itu usai, resmilah mereka menjadi sepasang suami istri. Tiga bulan telah dilalui, mereka hidup rukun dan saling menyayangi antara satu dengan yang lain. Pada suatu hari, saat mereka sedang duduk di beranda rumah mereka, sang suami mengutarakan niatnya untuk menjenguk kedua orang tuanya dan ia meminta istrinya agar turut serta bersama pulang ke kampung halamannya, Kampung Beruak.

Istrinya pun setuju untuk ikut bersama sang suami dan telah diijinkan pula oleh neneknya. Sebelum mereka berangkat, terlebih dahulu sang nenek berpesan agar kepulangan mereka ke Kampung Bunian itu jangan sekali-kali membawa anjing, karena seluruh penduduk kampung ini sangat takut dengan anjing. Sang pemburu mengangguk mengerti lalu berpamitan dengan si nenek. Hari demi hari perjalanan yang mereka tempuh tidak banyak mendapat halangan dan akhirnya sampailah mereka di Kampung Beruak itu.

Sesampainya di rumah, dengan rasa gembira seluruh anggota keluarga menyambut kedatangannya karena mereka mengira bahwa anaknya itu telah meninggal. Sebab sejak keberangkatannya untuk berburu itu tidak pernah mengirim berita. Lalu iapun memperkenalkan istrinya kepada seluruh anggota keluarga yang di dalam rumahnya. Melihat kedatangannya itu bersama seorang istri yang sangat cantik, lalu mereka ditaburi dengan beras kuning yang merupakan pertanda sebagai ucapan rasa syukur kepada Jubata yang telah memberikan keselamatan kepada anaknya.

Si pemburu itupun menceritakan pengalaman yang dialaminya sejak meninggalkan rumah hingga sampai sekarang ini. Setelah beberapa lama mereka menetap di kampung halaman suaminya, lalu mereka berniat akan pulang ke Kampung Bunian. Hal itupun segera disampaikan kepada seluruh anggota keluarga sehingga mereka sibuk mempersiapkan bekal untuk anak menantunya kembali ke kampung halaman istriya itu. Salah satu oleh-oleh yang dibekalkan oleh kedua orang tuanya adalah tikar pandan dengan anyaman yang sangat indah.

Tikar itu digulung dan dibaringkan di tepi dinding. Setelah selesai menyiapkan perbekalan untuk anak dan menantunya itu, kemudian sang ibu tertidur karena hari telah larut malam. Tiba-tiba dalam gulungan tikar itu dimasuki oleh seekor anak anjing yang berbulu putih dan berbelang hitam tanpa sepengetahuan tuan rumah.

Pagi-pagi setelah mereka sarapan, mereka pun segera berpamitan dan berangkat menuju kampung halaman sang istri. Mereka membawa semua bekal yang telah dipersiapkan oleh orang tuanya, termasuk tikar pandan, di mana di dalam gulungan tikar itu terdapat seekor anak anjing putih. Tikar itu dipikul suaminya. Mereka berdua tidak mengetahui kalau di dalam gulungan tikar terdapat seekor anak anjing, dan sungguh aneh sekali anak anjing itu tidak bergerak sedikitpun saat tikar pandan tersebut dipikul oleh suaminya.

Dalam perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan, di perjalanan mereka sering beristirahat dan berteduh di bawah pohon-pohon yang rindang yang terdapat di sekitar tempat mereka lalui. Sudah beberapa hari mereka berjalan karena jauhnya jarak antara kampung mereka akhirnya sampai juga mereka kembali ke Kampung Bunian. Setibanya di rumah, mereka segera disambut oleh nenek dengan perasaan gembira, mereka saling berangkulan.

Melihat oleh-oleh tikar pandan yang dibawa cucunya itu sangat indah, lalu iapun segera membuka gulungan tikar tersebut yang merupakan hasil kerajinan dari Kampung Beruak. Alangkah terkejutnya sang nenek tatkala dilihatnya seekor anjing berada di dalam gulungan tikar dan anak anjing itupun segera menggonggong. Sambil ketakutan sang nenek berkata kepada kedua cucunya. 'Mengapa kamu bawa anjing ini, bukankan nenek telah berpesan dulu agar tidak membawa anjing ke kampung ini,' kata nenek dengan ketakutan. Semua warga di Kampung Bunian itu ketakutan mendengar suara gonggongan anak anjing yang dibawa oleh cucunya dari Kampung Beruak.


Seketika itu pula suasana kampung menjadi berubah, mereka merasakan seolah-olah dunia akan kiamat. Sungguh aneh sekali, kampung itu dulunya sangat panjang sekarang berubah menjadi pendek karena separuh dari kampung itu raib dan tidak kelihatan lagi. Hanya bagian sebelah hilir saja yang masih kelihatan dan menjadi kampung manusia biasa hingga sekarang ini. Adapun nama kampung itu dikenal dengan nama Dusun Mangkit. Letak kampung itu di kaki gunung Mangkit di Kecamatan Balai Batang Tarang Kabupaten Sanggau.

Kemudian kampung yang berada di sebelah hulu sampai sekarang pun tidak ada yang mengetahuinya, raib begitu saja. Menurut cerita warga di Dusun Mangkit bahwa hingga sekarang apabila mereka pergi ke ladang dalam keadaan hujan yang disertai panas, akan terdengar suara babi dan kokok ayam jantan, tetapi mereka tidak melihat adanya kampung ataupun pondok di ladang bagian sebelah hulu kampung itu.

Gunung Tiong Kandang terletak di Desa Temiang Mali Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau. Di Gunung Tiong Kandang terdapat dusun yang bernama Dusun Mangkit, yang merupakan tempat pemukiman orang-orang Mangkit. Orang-orang Mangkit dahulunya adalah Bangsa Bunian yang bermukim di negeri Thang Raya, yang pada zaman dahulunya terletak di kaki Gunung Niut. Ketika terjadi letusan Gunung Niut, beberapa kelompok Bangsa Bunian menyelamatkan diri ke Gunung Tiong Kandang. Mereka merupakan kelompok pasukan perang negeri Thang Raya yang sangat handal memanjat dan mengendarai gajah sehingga disebut Mangkit.

CERITA RAKYAT KALIMANTAN BARAT
ASAL USUL BATU BEJAMBAN DAN BATU LAYANG
2005

Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.