SAMBAS SARAWAK, Negeri Serumpun Sebalai di Tanah Borneo

misterpangalayo.com - Negeri Sambas dan Sarawak adalah dua negeri yang sekarang terpisah oleh kedaulatan negara. Pada masa OLD SARAWAK, dua negeri ini sudah terjalin sejak sebelum masehi. Peradaban di kedua negeri ini menjadi saksi bisu kronologi sejarah peradaban di tanah Kalimantan.

Melayu Sambas - Indonesia

Sebelum berbicara lebih lanjut, mari kita flashbcak saat kondisi tanah Sambas Sarawak 45.000 sebelum masehi, dimana saat itu terbentuk pulau besar ini pada akhir zaman es. Hingga perkembangan kebudayaan maju memunculkan peradaban dan kerajaan kuno seperti Kerajaan Kutai dan Nan Sarunai di timur Kalimantan.

Lalu, dua kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit muncul di era kejayaan ajaran HINDU BUDHA dan bangkitnya kesultanan Islam seperti Brunei dan Banjar, masa kolonialisme Eropa, hingga kelahiran negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei yang kita kenal sekarang di tanah Borneo (Kalimantan).

45000 sebelum masehi merupakan masa gelombang populasi pertama manusia modern tiba di benua Sunda (tanah Jawa, Kalimantan, dan Sumatera masih menyatu). Kebudayaan Niah di Sarawak muncul, kemudian Lahad Datu di Sabah, menyusul Kebudayaan Sangkulirang di Kalimantan Timur. Zaman Es (Kala Pleistosen) berakhir. Zaman Modern (Kala Holosen) pun dimulai. Benua Sunda lenyap akibat kenaikan permukaan laut, dan berubah menjadi sebagian dari kepulauan yang kini dikenal sebagai Nusantara.

Ras Austronesia dari Formosa (Taiwan) tiba di Kalimantan. Kebudayaan Nanga Balang muncul di Kapuas Hulu dan kebudayaan maju di Sarawak meluas hingga ke Sambas. Abad ke-7 masehi, dimana imperium Sriwijaya dari Sumatera diperkirakan mendirikan kerajaan Tanjungpura dan Wijayapura sebagai koloninya di pulau Kalimantan. Kerajaan Wijayapura inilah yang kembali mempersatukan daerah Sambas dan Sarawak (kuno), pusat pemerintahannya di muara Sungai Rejang (daerah Sarawak modern).

Pasca kerajaan Wijayapura lenyap, Kerajaan Santubong di tanah Sarawak didirikan oleh Sriwijaya sebagai salah satu negara koloninya. Dan tanah Sambas ditaklukkan oleh Kerajaan Tanjungpura. Pada tahun 1291 M, Raden Janur mendirikan kerajaan Sambas di tanah Paloh, dan memerdekakan diri dari Tanjungpura.

Tiga tahun sejak masa pemerintahan Raden Janur, sebuah meteor seukuran buah kelapa jatuh di Sambas yang kemudian disebut sebagai Mustika Bintang. Oleh masyarakat setempat, benda tersebut dikeramatkan karena dipercaya membawa banyak keberuntungan. Berita tersebut terdengar hingga ke pelosok nusantara, tak ketinggalan hingga terdengar ke telinga Raden Wijaya (penguasa Majapahit saat itu).

Raden Wijaya langsung mengirimkan pasukan ke Sambas untuk meminta benda tersebut. Namun dari pihak Raden Janur, enggan untuk menyerahkan mustika Bintang tersebut. Hal tersebut menyebabkan pertumpahan darah antara pihak Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sambas, yang dimenangkan pihak Majapahit. Raden Janur melarikan diri ke hutan sambil membawa Mustika Bintang dan tak diketahui lagi nasibnya. Sambas yang kehilangan Raja pun otomatis jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit.

Beriringnya waktu, banyak daerah jajahan Majapahit di Nusantara melakukan pemberontakan dan memerdekakan diri. Hingga pengaruh Majapahit di tanah Sambas melemah dan kemudian diambil alih oleh Brunei pada tahun 1409 Masehi. Keadaan tersebut tidak bertahan lama, daerah Sambas kembali berada di bawah pengaruh kerajaan Majapahit.

Kesultanan Islam Sambas pun berdiri dan berdaulat penuh tanpa dibawah pengaruh kerajaan manapun. Pendiri kerajaan Sambas adalah Raden Sulaiman, putra sulung Sultan Tengah dari Kesultanan Sarawak. Saat Sultan Sarawak mangkat, putranya tak diangkat sebagai penggantinya. Alhasil, pemerintahan Sarawak pun diserahkan kepada Brunei, menyatukan kedua negeri itu kembali.

Pada tahun 1767 Masehi adalah masa kejayaan kedatangan imigran Cina ke Sambas untuk bekerja di berbagai tambang emas dengan lonjakan populasi hingga mencapai belasan ribu orang. Tahun 1770 Masehi, orang-orang Cina yang menjadi pekerja tambang emas di Sambas mendirikan kongsi dagang Thaikong (Fosjoen) dan Lanfang, serta beberapa kongsi kecil lain yang menjadi bawahannya, salah satunya bernama Samtiaokiu. Mereka mendapatkan hak otonomi dan tetap diwajibkan membayar upeti kepada Sultan Sambas.

Tahun 1777 M, Lo Fang Pak, seorang perantau Hakka dari daratan Cina tiba di Sambas dan menghidupkan kembali kongsi dagang Lanfang. Untuk mencegah terjadinya konflik dengan Thaikong, ia memindahkan pemerintahan kongsi tersebut ke Mandor di Landak. Kongsi ini lepas dari Sambas dan berganti menjadi bawahan Mempawah.

1778 M, Syarif Abdurrahman Alkadrie resmi dinobatkan menjadi Sultan Pontianak, dengan disaksikan oleh beberapa penguasa Melayu seperti Siak, Sukadana, Kubu, Landak, Mempawah, Sambas, dan Banjar. Sepuluh tahun kemudian, Kesultanan Pontianak menaklukkan Mempawah. Lanfang yang merupakan bawahan Mempawah pun turut jatuh ke tangan Pontianak. Tahun 1855 M, Kesultanan Sambas berhasil ditaklukkan Hindia Belanda, menyusul Sintang dan Selimbau. Hingga akhirnya, Sambas bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga sekarang.

Dara Sarawak - Malaysia

Dewasa ini, daerah Sambas telah dimekarkan menjadi wilayah pemerintahan daerah tingkat dua yaitu : Sambas, Bengkayang, dan Singkawang. Sedangkan wilayah Sarawak sekarang tidak hanya Kota Kuching, melainkan semakin luas hingga Miri, Sibu, dan Bintulu. Sambas berada di Indonesia, Sarawak berada di Malaysia.

Sambas dan Sarawak adalah bangsa serumpun, secara linguistik masuk dalam rumpun Dayak Malayik. Tak heran jikalau Bahasa Sambas dan Bahasa Sarawak mempunyai banyak kemiripan karena berakar dari bahasa Old Kendayan. Dan kedua bahasa tersebut masih berkerabat dengan bahasa Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat.

Zaman dahulu sesama bangsa Borneo tidak ada batas yang membedakan, tidak heran banyak adat dan budaya antara Sambas dan Sarawak memiliki banyak persamaan. Salah satunya, tradisi budaya makan Saprahan (bahasa Sambas), Seperah dalam bahasa Sarawak. Pasca islam masuk di tanah Sambas Sarawak, serta merta adat dan istiadat Melayu menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat di kawasan Sambas Sarawak. Era Raja Putih di Sarawak, dan Hindia Belanda di Sambas, muncullah penyebutan istilah Dayak dan Melayu.

Dahulu hanya ada suku Sambas, Suku Iban, Suku Melanau, Suku Bidayuh, Suku Salako. Namun, era kolonial hadir membuat bangsa borneo terkotak-kotak karena istilah tersebut. Hal tersebut tidak membuat hubungan mereka terlalu jauh melangkahnya. Misalkan, suku Sambas atau Melayu Sambas tetap mempertahankan tradisi leluhurnya.

6 komentar:

  1. Sambas-Sarawak rumpunnya satu rupanya ya. Hanya politik masa moderen yang memisahkan mereka melalui batas negara. Menarik membaca sejarahnya

    BalasHapus
  2. Good Artikelnya Smoga Sambas Jaya N Maju 👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin,

      moga aja kejayaan Sambas bisa terukir kembali. Mgkn dengan pemekaran wilayah menjadi provinsi Sambas Raya (Skw, Bky, Sbs)

      Hapus
  3. Asal kesultanan sambas pun dari kesultanan sarawak melalui sultan sambas pertama yang merupakan anakanda dari sultan tengah...jangan lupa brunei juga merupakan serumpun kita...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau Kesultanan Sambas berasal dari Kesultanan Sarawak itu salah besar. Sebelum ada Kesultanan Sarawak ada, Kerajaan Sambas (Hindu) Sudah ada di daerah Kota Tua (Galing, Sambas). Anakda dari Sultan Tengah (Sultan Sarawak) dinikahkan dengan anak dari Raja Sambas Hindu.

      Karena ada permasalahan atau perang saudara di keluarga kerajaan, tahta kerajaan sambas dipercayakan kepada Raden Sulaiman (Anak Pertama Sultan Tengah). Dan beberapa tahun kemudian, Raden Sulaiman mendirikan Kerajaan Sambas Islam atau Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman sbg Sultan Pertama di Kesultanan Sambas.

      Hapus

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.