CERITA RAKYAT SAMBAS: Puteri Dewi Indah Sari

misterpangalayo.com - Alkisah, menurut yang empunya cerita, bahwa pada zaman dahulu kala, di pantai utara daerah Kalimantan Barat (tepatnya di Kabupaten Sambas yang sekarang), terdapatlah sebuah kerajaan yang cukup besar. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Jaya Samudra. Kerajaan ini diperintah oleh seorang raja yang gagah berani, Indera Perkasa, namanya. Beliau memerintah di dampingi permaisurinya yang jelita. Prabu Indera Perkasa mempunyai tiga orang anak. Ketiganya wanita. Anak beliau yang sulung bernama Dewi Puspa. Putri yang tengah bernama Dewi Kumala, sedangkan yang bungsu bernama Dewi Indah Sari.

Kerajaan Jaya Samudra adalah sebuah kerajaan maritim, karena sebagian besar rakyatnya hidup dari pelayaran dan perdagangan. Kerajaan ini juga memproduksi garam yang mereka buat dari air laut. Garam-garam yang banyak itu mereka jual ke kerajaan lain. Selain yang tersebut di atas, kerajaan Jaya Samudra ini memiliki para panglima dan pahlawan yang tangguh. Mereka ini sangat mahir mempergunakan senjata. Diantara para panglima raja ada juga orang Cina. 

Orang-orang Cina ini pada mulanya adalah bajak-bajak laut yang saat itu berkeliaran di Tanjung Datok dan Selat Karimata. Mereka ditangkap oleh angkatan laut kerajaan. Akhirnya mereka bersumpah setia kepada raja dan akan mengabdi pada kerajaan. Ada juga diantara mereka yang kawin dengan gadis-gadis Melayu, turun-temurun hingga sekarang. Para panglima ini adalah jago-jago kungfu, tembong, toya dan senjata lainnya yang sudah menjadi menu bagi mereka. Hal ini tidak mengherankan, karena saat itu kawasan ini merupakan ajang perkelahian dengan bajak-bajak laut yang ganas dan buas. Kerajaan Jaya Samudra berkewajiban melindungi rakyatnya dari gangguan para bajak laut, melindungi pelayaran dan perdagangannya.

Pada suatu hari Prabu Indera Perkasa, raja Kerajaan Jaya Samudra ini ingin mengetahui betapa besar kasih sayang ketiga putrinya yang telah dewasa itu kepada dirinya. Maka sepengetahuan permaisurinya, ketiga putri itu segera dipanggil untuk menghadap baginda raja. Ketiga putri ini semuanya cantik jelita membuat hati berdebar-debar bagi siapa yang melihatnya. Jika kita meminjam istilah pujangga lama 'Wajah bak bulan purnama, rambut tebal hitam mengkilat tanpa clear, terurai sampai ke tumit, mata tajam seperti bintang kejora, kulit mulus bagaikan salju di Himalaya, hidung mancung, pinggang ramp- ing. Berle~er jenjang, air diminum tampak berbayang, pokoknya cantiklah. Kita sudah kehabisan kata-kata untuk menilainya.

Setelah ketiga putri itu datang, bersabdalah baginda: 'Wahai ananda Dewi,' kata Sang Prabu Indera Perkasa kepada Dewi Puspa, putri sulungnya, yang telah berada di hadapannya.

'Ampun Ayahanda,' jawab Dewi Puspa.

'Anaknda menghaturkan sembah bakti kepada ayahanda Prabu dan Ibunda,' tambah Dewi Puspa.

'Kuterima sembah baktimu, anaknda Dewi, kata Sang Prabu Indera Perkasa.

'Perlu anaknda ketahui, ayah dan ibu sangat sayang kepadamu. Sejak kecil engkau kupelihara dan kumanjakan dengan penuh cinta kasih. Berbagai permintaanmu semuanya ayahnda turuti, sehingga engkau menjadi dewasa. Sekarang ayah dan ibumu ingin sekali mendengar pernyataanmu. Sebesar apakah kasih sayangmu kepada ayah, dan ibumu, Dewi?'

'Ampun beribu ampun ayahnda Prabu,' jawab Dewi Puspa. 'Betapa besarnya rasa kasih sayang anaknda kepada ayahnda dan ibunda, tak dapat anaknda gambarkan dengan kata-kata. Seandainya boleh anaknda perumpamakan, kasih sayang itu bagaikan besarnya rasa senang diri anaknda pada perhiasan emas, intan dan mutiara yang gemerlapan.'

Mendengar pernyataan putri sulungnya itu, Sang Prabu Indera Perkasa sangat senang sekali hatinya. Ia gembira ria dan tertawa. Kegembiraan Sang Prabu Indera Perkasa semakin meluap setelah beliau mendengar pernyataan dari Dewi Kumala, putrinya yang kedua Dewi Kumala menjelaskan bahwa betapa besarnya rasa kasih sayangnya itu, sebesar cintanya kepada bangsa dan tanah airnya. Akan tetapi, wajah cerah Sang Prabu cepat berubah ketika mendengar pernyataan dari Dewi Indah Sari, putri bungsunya.

Dewi Indah Sari hanya mengumpamakan besarnya rasa kasih sayang itu sebanding dengan cintanya kepada garam. Sang Prabu Indera Perkasa murka bukan kepalang. Baginda segera memerintahkan kepada para patihnya, agar membawa Dewi Indah Sari ke dalam hutan. Ia harus dibuang ke sana. Demikianlah Dewi Indah Sari pun kemudian diasingkan ke tengah hutan belantara rimba Kalimantan yang sangat lebat. Di hutan rimba itu Dewi Indah Sari harus menanggulangi hidupnya sendiri, sehingga lama-kelamaan Dewi Indah Sari menjadi terbiasa hidup di hutan yang sunyi itu. Memang putri bungsu ini seorang yang tabah dan tetap pada pendiriannya. Apa yang ia anggap benar adalah benar dan apa yang salah tidak mau ia mengatakan benar. Ia tidak terpengaruh oleh sesuatu, sehingga membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan pun berganti tahun, entah berapa purnama Putri Indah Sari hidup di dalam hutan. Ia telah menjadi terbiasa. Ia tetap tabah menghadapi segala cobaan. Rintangan demi rintangan, suka duka ia lalui dengan penuh ketabahan. Tiga tahun telah berlalu, Sang Prabu Indera Perkasa pergi berburu bersama para pengawalnya. Memang di kawasan hutan pantai utara daerah Kalimantan Barat saat itu banyak sekali binatang buruan, seperti rusa, kijang dan sebagainya. Dendeng rusa sudah menjadi makanan istimewa masyarakat pada zaman itu. Bukan saja di daerah pesisir, tapi di mana- mana masyarakat di seluruh Kalimantan Barat menggemarinya, kecuali suku-suku Dayak di kawasan ketungau pedalaman tidak mau makan daging rusa, karena mereka beranggapan bahwa rusa itu penjelmaan manusia. Binatang rusa mereka keramatkan.

Demikianlah dalam perburuan itu mereka kejar mengejar dengan segala binatang buruan yang ada di sana. Para pengawal dan pengiring semuanya aktif, tak ada yang mau ketinggalan. Namun mereka belum mau kembali, karena asyik sekali perburuan itu. Malang tak dapat ditolak, untung belum dapat diraih, Baginda Prabu Indra Perkasa terpisah dari para prajurit yang mengawalnya berburu di tengah hutan lebat itu. Baginda tersesat di dalam hutan. Lalu baginda menjelajahi hutan yang lebat itu. 

Setelah beberapa lama menjelajah, akhirnya baginda ditakdirkan sampai ke tempat kediaman Dewi Indah Sari. Namun Sang Prabu tidak lagi mengenal Dewi Indah Sari, sedangkan Dewi Indah Sari mengenal ayahndanya. Melihat Sang Prabu Indera Perkasa yang kemalaman di tengah hutan itu, Dewi Indah Sari segera menyambutnya. Ia mempersilakan baginda masuk ke dalam pondoknya. Sedangkan Dewi Indah Sari sendiri lalu pergi ke dapur, untuk memasak ia menghidangkan makanan itu kepada Sang Prabu.

Ketika baginda menyantap makanan yang berbau lezat itu, baginda terkejut.

'Wahai anak muda, Masakanmu sedap, tetapi hambar rasanya. Apakah tidak diberi garam?' kata Sang Prabu kepada Dewi Indah Sari.

'Ampun Tuanku, Tuanku benar. Hamba sengaja tidak memberi garam pada masakan hamba. Bukankah Tuanku sangat bend pada garam?' jawab Dewi Indah Sari sambil menundukkan kepalanya.

'Apa katamu anak muda?, Aku membenci garam?,' tanya Sang Prabu Indera Perkasa bertambah heran atas perkataan Dewi Indah Sari.

Dengan terbata-bata karena heran, beliau berkata 'Siapa yang mengatakannya kepadamu?'

'Ampun Tuanku. Tidak ada orang yang mengatakan demikian kepada hamba. Hanya sepengetahuan hamba, Tuanku pernah mengusir putri Tuanku sendiri, hanya karena menganggap rendah pada garam,' jawab Dewi Indah Sari.

Sejenak baginda termenung mendengar jawaban dari anak muda itu. Sang Prabu tak habis pikir, bagaimana ia bisa tahu, padahal ia tinggal di dalam hutan lebat, jauh dari keramaian orang banyak. Mendengar jawaban dari Dewi Indah Sari Sang Prabu teringat pada peristiwa itu. Peristiwa yang baru saja beberapa tahun berselang, seolah-olah telah ia lupakan sarna sekali. Baginda kemudian sadar bahwa pernyataan putrinya itu benar. Dan apa yang dikatakan oleh wanita muda ini juga benar.

Kemudian baginda memandang dan menatap wajah Dewi Indah Sari. 'Ananda Dewi ........ Indah Sari!' seru Sang Prabu kepada Dewi Indah Sari, setelah baginda yakin bahwa anak muda itu adalah Dewi Indah Sari, putrinya yang pernah dia usir dari istana. Kemudian baginda memeluk Dewi Indah Sari dengan eratnya, sebagai rasa sayang seorang ayah kepada anaknya yang telah lama berpisah.

'Ampun ayahanda Prabu,' sahut Dewi Indah Sari menangis terisak. Ia tak dapat menahan goncangan hati, karena gembiranya. 'Ayah bersalah, Dewi,' kata Sang Prabu. ' Ayah lupa, garam adalah barang kecil yang remeh, tetapi banyak sekali gunanya. Garam tak dapat dipisahkan dari kehidupan kita.'

Sementara itu para pengawal raja yang terpisah menjadi resah gelisah, karena tidak ada dan entah kemana baginda pergi. Mereka sibuk mencari ke mana-mana dalam hutan yang lebat itu,tapi tak bersua. Namun pada akhirnya mereka sampai juga ke pondok Dewi Indah Sari. Betapa sukacitanya para pengawal karena raja ada di sana, tidak hilang seperti yang mereka perkirakan. Yang menakjubkan mereka, karena raja ada bersama-sama putri beliau, putri Dewi Indah Sari.

Diantara para prajurit pengawal baginda, ada yang masih kenal pada putri Dewi Indah Sari. Raja menjelaskan segala sesuatu kepada pengawalnya. Kemudian mereka pulang bersama-sama ke istana dengan penuh kegembiraan. Setelah kejadian itu, dan sekembalinya Sang Prabu Indera Perkasa bersama Dewi Indah Sari ke istana kerajaan, baginda mengeluarkan pengumuman: Kepada rakyat di seluruh negerinya diumumkan agar mereka tidak meremehkan barang yang dianggap sepele, supaya terhindar dari kekecewaan di kemudian hari.

Pesan Moral: Kita tidak boleh meremehkan sesuatu yang kita anggap sepele, seperti Sang Prabu Indera Perkasa dalam cerita ini. Kadangkala barang yang kita anggap sepele, sangat berguna bagi hidup kita, seperti garam. Kalau tidak ada garam makanan tidak enak dan kita dapat menjadi sakit. Kita harus jujur, berkelakuan baik, ramah tamah, sopan santun, terutama terhadap kedua orang tua kita yang memelihara kita dari bayi hingga dewasa. Hormatilah ibu bapakmu, seperti para putri dalam cerita ini.

Tulisan diatas bersumber dari buku Cerita Rakyat Kalimantan Barat yang dicetak oleh Percetakan Romeo Grafika. Diketik ulang misterpangalayo.com dalam artikel diatas guna membantu menyebarluaskan kepada masyarakat untuk membaca cerita rakyat ini agar dapat dipetik hikmahnya. Harapan penyunting, semoga dengan membaca artikel ini, kita dapat lebih mencintai khasanah kebudayaan daerah kita sendiri yang berarti juga mencintai kebudayaan nasional, karena kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional.

4 komentar:

  1. keren bang,,, kaya cerite tikus same singee jadi intinye kite tak boleh meremehkan orang,,, harus saling menghargai gitu lah pokok nye hehehe

    BalasHapus
  2. Kita Harus saling Menghormati dan Menghargai meskipun dari asal yang berbeda ....

    BalasHapus
  3. keren bang. :)

    ngomong2, buku2 cerita rakyat kalbar bise dibeli dimana ye bg ?

    BalasHapus
  4. Keren. Suka banget sma postingnya sejarah borneo kalimantan..

    BalasHapus

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.